Kepada Tujuh Sidang

Buku yang mengagumkan mengungkap rahasia Tujuh Meterai dan artinya yang mengejutkan

.

Hak Cipta, 1947

OLEH:

V. T. HOUTEFF

Demi kepentingan menjangkau setiap pikiran para pencari kebenaran yang ingin terluput dari jalan yang membawa kepada kebinasaan tubuh dan jiwa, traktat ini dibagikan tanpa biaya selama persediaan masih ada.

TRAKTAT NO. 15

yang hanya sepenuhnya memikirkan kebenaran-kebenaran yang sudah lampau, lalu membawa kita ke dalam Kebenaran Pada Waktunya, yaitu Advent beberapa tahun yang lalu, maka haruskah kita sekarang menyerahkan hak-hak ini lalu bergantung secara rohaniah pada orang-orang lain untuk menceritakan kepada kita apa artinya Kebenaran dan apa artinya kekeliruan? Mengapa menghakimi diri kita sendiri sebagai orang-orang cacat rohani daripada sebaliknya menilai sebagai orang-orang Kristen dewasa? Dan mengapa sekarang mengambil kata-kata para pendeta itu menentang Kebenaran sekarang yang diilhami yang diakui lebih maju, jika sekiranya langkah yang sedemikian ini dahulu diambil sudah akan membawa bencana, sudah akan menipu kita daripada menyambut Kebenaran Advent itu? Tidakkah benar bahwa jika kita membiarkan orang-orang lain berpikir bagi kita, maka kita akan lebih banyak ditipu daripada umat Yahudi yang sederhana itu yang ditipu oleh para imam dan para guru di zaman Kristus?

Melihat kepada pengalaman-pengalaman orang-orang yang telah mendahului kita, maka kami yakin bahwa Saudara akan mau menerima buku kecil ini yang sedang dikirimkan kepada Saudara, dan yang bermanfaat banyak bagi kita dan bagi beribu-ribu orang Masehi Advent Hari Ketujuh lainnya di seluruh dunia. Maukah Saudara memeriksanya bagi dirimu sendiri seperti yang diperbuat oleh bangsawan Berea dahulu (Kisah Para Rasul 17 : 10, 11), tanpa bergantung pada pengaruh orang-orang lain ataupun pada prasangka-prasangka orang lain? Hanya doa dan penyelidikan

APAKAH ARTINYA INI BAGIMU? 

Keberhasilan apakah yang akan kita peroleh dalam meninjau kembali buku-buku kita, dan kebaikan apakah yang akan mereka perbuat jika sekiranya para pembeli dan pembaca yang diharapkan itu akan pertama-tama meminta nasehat dari pendeta-pendeta gerejanya sendiri dan selanjutnya akan berpegang pada nasehat mereka? Kita semua mengetahui jawabannya — Tidak akan ada satu bukupun terjual dan tidak akan ada satu bukupun dibaca.

Dan jika sekiranya kita telah menanyakan kepada para pendeta dari masing-masing gereja-gereja kita yang terdahulu dan telah menerima nasehat mereka, maka berapa banyakkah dari kita yang akan menjadi orang-orang Masehi Advent Hari Ketujuh? Keseluruhan jawabannya adalah, “Tak seorang pun dari antara kita.” Demikian inilah nasib dari semua orang yang telah mematuhi keputusan-keputusan yang dibuat oleh orang-orang yang tidak diilhami melawan orang-orang milik Allah yang diilhami. Orang-orang yang setia, orang-orang yang sudah berakar dalam di dalam agama mereka, seperti halnya para imam dan para guru di zaman Kristus, telah sangat berhasil dalam menutup-nutupi terang Allah dari umat-Nya. Inilah suatu kenyataan supaya jangan seorangpun lupa atau lalai memperhatikannya.

Lagi pula, karena hak-hak pribadi kita untuk menyelidiki kebenaran-kebenaran yang diakui datang dari Allah, tanpa campur tangan para pendeta kita yang terdahulu, telah membawa kita keluar dari gereja-gereja

akan melindungi Anda dari kekeliruan dan akan memimpin Anda ke dalam terang Allah yang menakjubkan.

“.....berhati-hatilah menolak apa yang sebenarnya kebenaran. Bahaya besar dengan umat kita adalah karena mereka bergantung pada manusia, dan menjadikan daging sebagai pegangannya. Orang-orang yang tidak biasa menyelidiki Alkitab itu bagi dirinya sendiri, atau menimbang-nimbang kenyataan, mereka menaruh harap pada para pemimpin, lalu menerima saja semua keputusan yang dibuat mereka; maka dengan demikian inilah banyak orang akan menolak pekabaran-pekabaran penting yang dikirim Allah kepada umat-Nya, jika sekiranya saudara-saudara pemimpin ini tidak mau menerimanya.” Testimonies to Ministers, p.106.

“Masih banyak lagi kebenaran yang berharga yang akan diungkapkan kepada umat dalam masa bahaya dan gelap ini, tetapi adalah maksud Setan yang teguh untuk menghalangi terang kebenaran itu daripada bercahaya ke dalam hati manusia. Jika kita hendak memiliki terang yang telah disediakan bagi kita, maka kita hendaknya menunjukkan keinginan kita terhadap terang itu dengan cara menyelidiki dengan rajin akan firman Allah. Kebenaran-kebenaran yang berharga yang sudah lama berada dalam gelap akan diungkapkan dalam suatu terang yang akan memanifestasikan nilai kebenaran-kebenarannya yang suci; karena Allah akan memuliakan

Firman-Nya, supaya ia itu dapat muncul dalam suatu terang dalam mana kita belum pernah menyaksikannya sebelumnya. Tetapi orang-orang yang mengaku mencintai kebenaran itu harus berpegang pada bidang kekuatan-kekuatan mereka, supaya mereka dapat memahami perkara-perkara yang dalam dari Firman itu, supaya Allah dapat dipermuliakan dan umat-Nya dapat diberkati dan diterangi. Dengan hati yang rendah, yang tunduk oleh kemurahan Allah, hendaklah Saudara datang kepada tugas penyelidikan Injil, yang dipersiapkan untuk menyambut setiap sinar terang Ilahi, dan untuk berjalan di dalam jalan kesucian.” Counsels on Sabbath School Work, p. 25.

TUJUH METERAI 

Tanda-Tanda Dari Segala Zaman 

“Wahyu ini dari Yesus Kristus, yang dikaruniakan Allah kepada-Nya, untuk menunjukkan kepada hamba-hamba-Nya perkara-perkara yang harus jadi dengan segeranya; maka Ia mengutus dan memberitahukannya melalui malaikat-Nya kepada hamba-Nya Yohanes : yang bersaksi tentang Firman Allah, dan kesaksian Yesus Kristus, dan semua perkara yang dilihatnya. Berbahagialah ia yang membaca, dan mereka yang mendengar segala perkataan nubuatan ini, dan memegang segala perkara itu yang tertulis di dalamnya : karena waktunya sudah dekat.” Wahyu 1 : 1 - 3.

Yesus Kristus memberikan Wahyu itu untuk menunjukkan kepada hamba-hamba-Nya “perkara-perkara” yang segera akan datang (Wahyu 1 : 1). Untuk mempersiapkan jalan bagi khayal dari “perkara-perkara” itu, maka Suara itu memperkenalkan persoalan itu dengan sebuah pekabaran khusus kepada masing-masing dari tujuh malaikat (kepemimpinan-kepemimpinan) yang mengawasi tujuh kakidian (sidang-sidang) itu masing-masingnya. Pekabaran-pekabaran ini dicatat di dalam pasal 2 dan pasal 3.

Berikutnya Yohanes dibawa untuk menyaksikan acara-acara besar dari urutan peristiwa-peristiwa itu sebagai berikut :

“Sesudah ini aku tampak, maka tengoklah, sebuah pintu terbuka di dalam sorga : maka suara yang pertama sekali yang ku dengar adalah bagaikan dari sebuah trompet yang berbicara kepadaku; yang mengatakan, Naiklah ke mari, maka aku akan menunjukkan kepadamu perkara-perkara yang harus jadi kemudian. Maka segeralah aku berada di dalam Roh; maka tengoklah, sebuah tahta dipersiapkan di dalam sorga, dan Seorang duduk di atas tahta itu.”

“Dan Dia yang duduk itu rupanya seperti sebuah permata yaspis dan sebuah permata sardis : dan terdapat sebuah

___ GAMBAR ___ 

pelangi yang mengelilingi tahta itu, seperti sebuah zamrud rupanya. Dan sekeliling tahta itu ada dua puluh empat tempat duduk : dan pada tempat-tempat duduk itu aku tampak dua puluh empat tua-tua sedang duduk, yang berpakaian

putih; dan terdapat mahkota-mahkota emas di kepala mereka.”

“Maka dari tahta itu keluar kilat-kilat dan guruh-guruh dan suara-suara : dan terdapat tujuh buah pelita dari api yang bernyala-nyala di hadapan tahta itu, yaitu tujuh Roh Allah.”

“Dan di hadapan tahta itu terdapat suatu lautan kaca seperti kristal rupanya : dan di tengah-tengah tahta itu, dan sekeliling tahta itu, terdapat empat binatang yang penuh dengan mata di depan dan di belakang. Maka binatang yang pertama itu adalah bagaikan seekor singa, dan binatang yang kedua bagaikan seekor anak lembu, dan binatang yang ketiga itu memiliki wajah seperti wajah manusia, dan binatang yang keempat itu adalah bagaikan seekor burung rajawali yang terbang.”

“Dan empat binatang itu masing-masingnya memiliki enam sayap di sekelilingnya; dan mereka penuh dengan mata di dalamnya : dan tiada henti-hentinya mereka berseru siang dan malam, ‘Suci, suci, suci, Tuhan Allah Yang Maha Kuasa, yang dahulu ada, dan yang ada, dan yang akan datang.”

“Maka bilamana binatang-binatang itu memuliakan dan memberi hormat dan mengucapkan syukur kepada Dia yang duduk di atas tahta itu, Yang hidup selama-lamanya, maka sujudlah dua puluh empat tua-tua itu di hadapan hadirat Dia yang duduk di atas tahta itu dan menyembah Dia yang hidup selama-lamanya, sambil menanggalkan mahkota-mahkota mereka di hadapan tahta itu, dan mengatakan,”

“Ya Tuhan, layaklah Engkau untuk menerima kemuliaan dan hormat dan kuasa : karena Engkau telah menciptakan segala perkara, dan karena kesenangan-Mu juga semuanya itu ada dan telah diciptakan.”

“Maka aku tampak di dalam tangan kanan Dia yang duduk di atas tahta itu sebuah kitab yang tertulis di dalamnya dan di bagian belakangnya, yang termeterai dengan tujuh meterai.”

“Maka aku tampak seorang malaikat perkasa memberitakan dengan suara nyaring, Siapakah yang layak untuk membuka kitab itu, dan melepaskan meterai-meterainya? Maka baik di sorga maupun di bumi, atau di bawah bumi, tak seorangpun yang mampu membuka kitab itu ataupun memandangnya. Maka aku menangis dengan sangat sedih sebab tiada seorangpun

didapati layak untuk membuka dan membaca kitab itu, ataupun untuk memandangnya”

“Maka salah seorang dari tua-tua itu mengatakan kepadaku, Jangan menangis : tengoklah Singa dari suku Yehuda, yaitu Akar Daud itu, telah menang untuk membuka kitab itu, dan untuk melepaskan tujuh meterainya.”

“Maka aku tampak, dan, heranlah, di tengah-tengah tahta dan di tengah-tengah empat binatang itu, dan di tengah-tengah tua-tua itu, berdiri seekor Anak Domba yang bagaikan telah tersembelih, yang bertanduk tujuh dan bermata tujuh, yaitu tujuh Roh Allah yang diutus ke seluruh bumi.”

“Maka datanglah Anak Domba itu lalu mengambil kitab itu dari dalam tangan kanan Dia yang duduk di atas tahta itu. Dan setelah diambilnya kitab itu, maka empat binatang dan dua puluh empat tua-tua itu sujudlah di hadapan Anak Domba itu, masing-masing mereka memegang kecapi, dan bokor emas yang penuh bau-bauan yaitu doa-doa dari orang-orang suci.”

“Dan mereka menyanyikan suatu nyanyian baru, bunyinya : Layaklah Engkau mengambil kitab itu dan membuka meterainya : karena Engkau sudah tersembelih, dan oleh darah-Mu Engkau telah menebus kami bagi Allah dari setiap suku, dan bahasa, dan umat, dan bangsa; dan Engkau telah menjadikan kami raja-raja dan imam-imam bagi Allah kami : maka kami akan memerintah di bumi.”

“Maka aku tampak, dan aku dengar suara dari banyak malaikat yang mengelilingi tahta dan binatang-binatang dan tua-tua itu : maka jumlah mereka itu adalah sepuluh ribu kali sepuluh ribu, dan beribu-ribu; yang mengatakan dengan suara nyaring, Layaklah Anak Domba yang tersembelih itu untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan berkat.”

“Maka setiap mahluk yang di dalam sorga, dan di atas bumi, dan di bawah bumi, dan demikian juga yang ada di dalam laut, dan semua yang ada di dalamnya, ku dengar mengatakan, bagi Dia yang duduk di atas tahta dan bagi Anak Domba itu adalah berkat dan hormat, dan kemuliaan, dan

kuasa sampai selama-lamanya.”

“Maka empat binatang itu mengatakan, Amin. Lalu dua puluh empat tua-tua itu pun sujudlah dan menyembah Dia yang hidup untuk selama-lamanya.” Wahyu 4, 5.

Kegenapan yang sebenarnya dari “perkara-perkara” ini akan jadi kemudian — yaitu sesudah khayal Yohanes; artinya, pada zaman Yohanes kejadian-kejadian penting ini belum terjadi, juga tidak akan jadi di waktu itu, tetapi sekalian itu akan jadi pada suatu waktu sesudah khayal itu, yaitu sesudah abad yang pertama. Walaupun demikian, berapa cepatnya ataupun berapa lama kemudian ia itu tidak diungkapkan kepada Yohanes.

Ia dibawa dalam khayal untuk melihat dan untuk menuliskan peristiwa “perkara-perkara”  itu yang akan jadi pada waktu bagaikan sidang pengadilan orang banyak dari Wahyu 4, 5 itu akan benar-benar berlangsung. Mengenai “perkara-perkara” yang lain, yaitu perkara-perkara yang menyusul sebagai akibat dari peristiwa itu, memastikan Dia Yang memiliki “kunci-kunci neraka dan kematian”, bahwa sebagiannya sudah berlalu dan sebagiannya akan jadi (Wahyu 1 : 19); artinya, apabila perhimpunan Ilahi ini bersidang, maka sebagian “perkara-perkara” yang dikemukakan itu sebagai akibat dari peristiwa itu sudah menjadi sejarah, sebaliknya sebagiannya lagi masih berupa nubuatan — artinya sebagian menunjuk ke belakang dan sebagian menunjuk ke depan.

Perkara yang pertama dan terpenting yang akan jadi di dalam perhimpunan kudus ini ialah pembukaan kitab itu. Hendaklah juga diingat, bahwa kitab itu disegel dengan tujuh

buah meterai (Wahyu 5 : 1). Karena kitab itu dibagi dalam tujuh bagian, setiap bagiannya dimeteraikan sendiri-sendiri, maka tujuh meterai itu keseluruhannya dipecahkan secara berurutan, sehingga memungkinkan masing-masing bagian mengungkapkan isinya sendiri-sendiri : Meterai yang pertama, atau bagian  buku yang pertama, mengungkapkan perkara-perkara dari Wahyu 6 : 2; meterai yang kedua mengungkapkan perkara-perkara dari Wahyu 6 : 4; meterai yang ketiga mengungkapkan perkara-perkara dari Wahyu 6 : 5, dan 6; meterai yang keempat mengungkapkan perkara-perkara dari Wahyu 6 : 8; meterai yang kelima mengungkapkan perkara-perkara dari Wahyu 6 : 9 - 11; meterai yang keenam mengungkapkan perkara-perkara dari Wahyu 6 : 12 - 17 dan  dari Wahyu pasal 7; meterai yang ketujuh mengungkapkan perkara-perkara dari Wahyu pasal 8 sampai pasal 22. Bahwa meterai yang ketujuh itu berisikan Wahyu pasal 8 sampai pasal 22 adalah segera terlihat dari kenyataan, bahwa setiap pasal dihubungkan dengan kata sambung “dan”. Dengan kata lain, Buku Wahyu itu, terkecuali lima pasal pertamanya, adalah hanya suatu perluasan dari perkara-perkara yang sudah ada tercatat di dalam meterai-meterai itu, dan yang sebagai akibat dari pemecahan meterai-meterai itu telah diperlihatkan dalam gambar dalam penglihatan Yohanes.

Sekarang kebenaran menunjukkan dengan jelas, bahwa Buku Wahyu itu bukannya terdiri dari sesuatu yang bersumber dari khayal Yohanes, melainkan bahwa ia itu terdiri dari perkara-perkara yang terdapat di dalam buku yang termeterai itu dan yang kemudian diumumkan. Oleh karena tulisan-tulisan Yohanes mencatat perkara-perkara yang diungkapkan oleh buku yang termeterai itu pada saat meterai-meterainya dipecahkan, maka Ilham menamakan tulisan-tulisan itu

“Wahyu” — perkara-perkara yang termeterai yang dibukakan, perkara-perkara rahasia yang diungkapkan.

Pokok-pokok utama di dalam pasal 4 dan 5, yaitu pasal-pasal yang dikutip di depan, adalah sebagai berikut:

(1) Bahwa sebuah pintu terbuka, bukan di bumi, melainkan di dalam sorga;

(2) Bahwa sementara Yohanes memandang ke dalam, maka tampak olehnya “Seseorang” duduk di atas tahta;

(3) Bahwa sebuah kitab yang termeterai dengan tujuh meterai berada di dalam tangan kanan-Nya;

(4) Bahwa kitab itu kemudian dibukakan dari meterai-meterainya, maka sebagai hasilnya kepada Yohanes telah ditunjukkan gambaran dari semua isinya, dan bahwa penulisannya mengenai isi kitab itu memberikan kepada kita Wahyu itu;

(5) Bahwa ada juga terdapat kitab-kitab lainnya (Wahyu 20 : 12), dan bahwa sungguhpun kitab-kitab itu tidak dimeteraikan, Yohanes tidak dihantarkan untuk melihat apa yang tertulis di dalamnya;

(6) Bahwa dua puluh empat tua-tua sedang duduk mengelilingi tahta itu;

(7) Bahwa Anak Domba itu (juga disebut Singa) berikut sepuluh ribu kali sepuluh ribu, dan beribu-ribu malaikat berada sekeliling tahta itu;

(8) Bahwa ada terdapat empat binatang, tujuh pelita dari api (kakidian), dan lautan kaca;

(9) Bahwa Suara itu dengan tegas memberitahukan kepada Yohanes bahwa ia sedang akan dikaruniakan suatu pemandangan singkat mengenai suatu peristiwa nubuatan yang akan jadi pada

hari kemudian — “setelah” zaman Yohanes, yaitu kira-kira sesudah abad yang pertama.

Bahwa khayal Yohanes itu adalah sebuah ramalan dari hal peristiwa yang sama seperti yang diungkapkan kepada Daniel (pasal 7), akan cepat terlihat dari perbandingan singkat berikut ini :

Khayal Daniel (Daniel 7)

  1. “Aku tampak sampai tahta-tahta itu ditaruh.” Ayat 9.
  2. “Dan Yang Tiada Berkesudahan hari-Nya itu duduklah.” Ayat 9.
  3. “Suatu sungai api mengalir dan keluar dari hadapan-Nya.” Ayat 10.
  4. “Seseorang seperti Anak Manusia itu datang ….. kepada Yang Tiada Berkesudahan Hari-Nya itu, lalu mereka menghantarkan-Nya ke hadapan hadirat-Nya.” Ayat 13.
  5. “Kitab-kitab dibuka.” Ayat 10.
  6. “Beribu-ribu melayani-Nya, dan sepuluh ribu kali sepuluh ribu berdiri di hadapan hadirat-Nya.” Ayat 10.
  7. “Pengadilan itu telah siap dan kitab-kitab dibuka.” Ayat 10.

Khayal Yohanes (Buku Wahyu)

  1. “Maka aku tampak tahta-tahta.” Wahyu 20 : 4.
  2. “Dan Seseorang duduk di atas tahta itu.” Wahyu 4 : 2.
  3. “Dan aku tampak seakan-akan suatu lautan kaca yang bercampur dengan api.” Wahyu 15 : 2.
  4. “Di tengah-tengah tahta dan di tengah-tengah empat binatang itu ....... berdiri seekor Anak Domba.” Wahyu 5 : 6.
  5. “Dan kitab-kitab dibuka.” Wahyu 20 : 12.
  6. “Ku dengar suara dari banyak malaikat yang mengelilingi tahta itu ... dan angka bilangan mereka itu adalah sepuluh ribu kali sepuluh ribu, dan beribu-ribu banyaknya.” Wahyu 5 : 11.
  1. “Jam pengadilan-Nya telah tiba.” Wahyu 14 : 7. “Maka aku tampak segala orang mati itu, kecil dan besar, berdiri di hadapan hadirat Allah; dan kitab-kitab dibuka; dan sebuah kitab lainnya juga dibuka, yaitu kitab kehidupan; maka segala orang mati itu diadili menurut segala perkara yang tertulis di dalam kitab-kitab itu, sesuai dengan perbuatan-perbuatan mereka.” Wahyu 20 : 12.

Kedua saksi di atas (Daniel dan Yohanes) menyatakan dengan tegas, bahwa peristiwa yang mereka saksikan itu ialah “Pengadilan”. Perbedaan di antara kedua khayal itu ialah, bahwa Daniel telah dihantarkan untuk melihat ke dalam Kaabah Kesucian itu sementara persiapan-persiapan sedang dibuat bagi Pengadilan itu untuk bersidang; sedangkan Yohanes telah dibawa untuk memandang ke dalam Kaabah Kesucian itu sesudah sidang Pengadilan itu siap; pada kenyataannya, Yohanes bukan saja melihat sidang Pengadilan itu berlangsung, tetapi ia melihat keseluruhan kejadian itu semenjak dari mulainya sampai kepada akhirnya.

Sebagai contoh, Daniel melihat perkara-perkara itu sementara tahta-tahta itu sedang “ditaruh”, dan sewaktu Yang Tak Berkesudahan Hari-Nya itu sedang beralih dari tahta Administrasi (tahta dimana Kristus duduk pada sebelah kanan Bapa-Nya — Wahyu 22  : 1) menuju ke tahta Pengadilan (tahta di dalam tempat kesucian). Kemudian adalah, bahwa “Seseorang seperti Anak Manusia datang”, “lalu mereka menghantarkan-Nya

dekat ke hadapan hadirat” Yang Tiada Berkesudahan Hari-Nya itu (Daniel 7 : 13), bukan pada sebelah kanan-Nya. Tetapi orang-orang yang akan duduk pada “tahta-tahta”, atau tempat-tempat duduk lainnya itu yang kemudian “ditaruh”, atau diatur belum lagi datang. Walaupun demikian, pada waktu Yohanes melihat ke dalam ia menyaksikan dua puluh empat tua-tua itu sudah duduk pada tahta-tahta itu.

Daniel melihat “Seseorang yang seperti Anak Manusia” itu sewaktu Ia sedang dibawa hampir ke hadapan Yang Tiada Berkesudahan Hari-Nya itu. Tetapi Yohanes melihat-Nya sesudah Ia dibawa ke sana.

Kepada Yohanes rupa-Nya itu adalah seperti seekor “Anak Domba”, dan salah seorang dari tua-tua itu memanggil-Nya “singa dari suku Yehuda.” (Jelas Ia adalah “Anak Manusia”, yaitu Penebus, Raja Israel – Kristus, Tuhan itu). Di samping ini Yohanes juga menyaksikan empat binatang itu di sana, kakidian, dan kitab itu selagi ia itu dibuka. Sekali lagi Daniel menyaksikan hanya sebagian dari persiapan-persiapan itu, sedangkan Yohanes melihat pembukaan sidang Pengadilan itu berikut seluruh kejadian yang menyusul kemudian.

Sidang Pengadilan itu oleh Ilham dijelaskan terdiri dari seorang hakim – yaitu Yang Tiada Berkesudahan Hari-Nya itu, saksi-saksi – malaikat-malaikat, seorang pembela – Anak Domba itu, suatu juri – para tua-tua itu, para terdakwa – binatang-binatang itu, dan pemimpin mereka – yaitu “Singa dari suku Yehuda” itu. (Bahwa empat binatang itu adalah simbol yang melambangkan orang-orang suci sama seperti halnya binatang-binatang dari Daniel pasal 7 merupakan simbol yang melambangkan bangsa-bangsa, dijelaskan sendiri oleh pernyataan binatang-binatang itu sebagai berikut : “..... karena Engkau sudah

tersembelih dan sudah menebus kami bagi Allah oleh darah-Mu, keluar dari setiap suku bangsa, dan bahasa, dan umat, dan bangsa.” Wahyu 5 : 9.

Siswa penyelidik Kebenaran lanjutan akan juga melihat, bahwa Daniel menunjuk hanya kepada satu sidang pengadilan saja, walaupun ia mengucapkan Pengadilan itu sampai dua kali, yaitu pertama di dalam pasal 7 ayat 10, dan kedua di dalam ayat 22. Ini akan terlihat di dalam delapan paragraf berikut ini :

Di dalam empat belas ayat yang pertama Daniel melukiskan semua yang ia saksikan sewaktu di dalam khayal. Dan di dalam ayat 15 ia menjelaskan bagaimana sedihnya dan terganggunya dia setelah memperhatikan perbuatan pembinasaan yang dilakukan oleh binatang yang keempat itu. Kemudian di dalam ayat 16, ia menceritakan bahwa ia datang menghampiri malaikat yang berdiri itu, dan menanyakan interpretasi dari malaikat itu mengenai perkara-perkara yang disaksikan itu. Sesuai dengan permohonannya ini, maka malaikat itu menjawab :

“Binatang-binatang besar ini, yang empat jumlahnya, adalah empat orang raja yang akan bangkit keluar dari bumi. Tetapi umat kesucian dari Yang Maha Tinggi itu akan mengambil kerajaan itu, dan akan memiliki kerajaan itu untuk selama-lamanya, bahkan sampai selama-lamanya.” Daniel 7 : 17, 18.

Interpretasi yang sangat singkat ini tidak memuaskan hati Daniel. Maka karena ingin mengetahui secara khusus dan terperinci perkara-perkara yang dilukiskan di dalam ayat 7 - 14 itu – yaitu kebenaran dari hal sidang Pengadilan itu, maupun mengenai binatang yang keempat itu berikut tanduk kecilnya yang memiliki mata manusia dan sebuah mulut yang membicarakan perkara-perkara besar – Daniel

selanjutnya memohon penjelasan, sekali lagi mengenai perlunya menyebutkan sidang Pengadilan itu. Sesuai dengan itu, segeralah malaikat itu menjelaskan, sambil membatasi secara ketat interpretasinya terhadap lambang binatang yang keempat itu dan terhadap Pengadilan itu. 

___ GAMBAR ___ 

“Demikianlah katanya, Binatang yang keempat itu akan menjadi kerajaan yang keempat di atas bumi, yang akan berlainan daripada semua kerajaan, maka ia itu akan menelan seluruh bumi, dan akan memijak-mijaknya, dan akan menghancurkannya berkeping-keping.”

“Maka sepuluh tanduk itu yang keluar dari kerajaan ini adalah sepuluh orang raja yang akan bangkit : dan seorang raja lainnya akan bangkit sesudah mereka; dan ia akan berbeda daripada raja-raja yang pertama itu, dan ia akan menundukkan tiga orang raja.”

“Maka ia akan mengucapkan perkataan-perkataan hebat melawan Yang Maha Tinggi itu, dan ia akan menganiaya umat kesucian dari Yang Maha Tinggi, dan bermaksud untuk mengubah waktu dan

hukum : maka mereka itu akan diserahkan ke dalam tangannya sampai satu masa dan dua masa dan setengah masa.”

“Tetapi majelis Pengadilan akan duduk, dan mereka akan mengambil daripadanya kerajaannya, untuk menghabiskan dan membinasakannya sampai kepada kesudahan. Maka kerajaan dan pemerintahan, serta kemegahan kerajaan di bawah seluruh langit, akan diserahkan kepada umat kesucian dari Yang Maha Tinggi, yaitu Yang kerajaannya adalah sebuah kerajaan yang kekal, maka semua pemerintahan akan melayani dan mematuhi Dia.” Daniel 7 : 23 - 27.

Jadi, jelaslah, bahwa Daniel menyaksikan hanya satu sidang pengadilan yang duduk, tetapi ia telah menyebutnya dua kali – pertama dalam kaitannya dengan gambaran mengenai apa yang dilihatnya dalam khayal, dan kedua dalam kaitannya dengan perolehan interpretasi khayal itu oleh malaikat.

Malaikat itu menjelaskan kepada Daniel, bahwa Pengadilan itu akan berlangsung sesudah tanduk kecil itu muncul, dan sebelum orang-orang suci memiliki kerajaan itu. (Lihat pasal 7, ayat 8, 9, 22).

Tetapi Yohanes, setelah diperlihatkan keseluruhan kejadian pengadilan itu, melukiskan Pengadilan itu dalam tiga bagian, dalam tiga persidangan yang berbeda-beda : yang satu sebelum diam setengah jam itu (Wahyu 8 : 1), yang satu lagi sesudah diam setengah jam itu, dan yang ketiga selama seribu tahun (Wahyu 20 : 11, 12). Kebenaran ini akan terlihat dari kenyataan-kenyataan berikut ini :

Selama masa periode enam meterai itu, sementara sidang Pengadilan yang pertama berlangsung, empat binatang itu tidak henti-hentinya siang dan malam mengatakan, “Suci, suci, suci, Tuhan Allah Yang Maha Kuasa, yang dahulu ada, dan yang ada, dan yang akan datang”. Wahyu 4 : 8. Tetapi apabila meterai yang ketujuh dibuka,

akan ada diam setengah jam di dalam sorga (binatang-binatang itu berdiam diri, juga “kilat-kilat”, “guntur-guntur”, dan “suara-suara” itu berhenti – pasal 4, ayat 5) “kira-kira setengah jam lamanya.” Wahyu 8 : 1. Diam setengah jam itu jelas mengungkapkan, bahwa sidang yang pertama dari peristiwa-peristiwa Pengadilan itu akan berakhir, dan bahwa sidang yang kedua akan dimulai sesudah diam setengah jam itu berlalu.

Sidang yang ketiga, yang berlangsung selama seribu tahun itu, adalah pada “Tahta Putih Yang Besar” (Wahyu 20 : 11, 12), yaitu tahta dari Dia yang dari wajah-Nya bumi dan langit lenyap. Pada tahta yang terakhir ini tidak ada “lautan kaca”, tidak ada “binatang-binatang”, tidak ada “Singa”, tidak ada “Anak Domba”, dan walaupun ada terdapat “tahta-tahta” yang lebih sedikit (Wahyu 20 : 4) Ilham tidak mengatakan dengan tegas siapa yang duduk di atasnya.

Kini, sifat Pengadilan itu di dalam masing-masing dari ketiga sidang Pengadilan itu, dan saat sekaliannya itu benar-benar bersidang, akan dapat terlihat di dalam analisa penyelidikan berikut ini:

Walaupun kejadian peristiwa-peristiwa dari dua persidangan yang pertama itu agak berbeda, namun sekaliannya itu dalam semua pandangan lainnya adalah sama. Akan tetapi yang ketiga adalah sama sekali tidak sama dengan dua persidangan yang pertama itu. Perbedaan-perbedaan itu terlihat bahwa sebelum terjadi diam setengah jam itu terdapat pada tahta itu “suatu lautan kaca yang bagaikan kristal” (Wahyu 4 : 6), dan tak ada seorangpun berdiri di atasnya; tetapi sesudah diam setengah jam itu lewat, maka pemandangan itu berubah : “Lautan kaca” itu “bercampur dengan api : dan mereka yang telah memperoleh kemenangan atas binatang itu, dan atas patungnya, dan atas tandanya, dan atas

angka bilangan namanya, berdiri di atas lautan kaca itu, sambil memegang kecapi-kecapi Allah.” Wahyu 15 : 2.

Dengan kata lain, pada persidangan Pengadilan yang pertama itu tidak ada seorangpun berdiri di atas lautan kaca, dan lautan itu sendiri adalah “bagaikan kristal”; sebaliknya pada persidangan yang kedua lautan itu muncul terlihat bagaikan suatu aliran sungai api, dan orang-orang suci berdiri di atasnya.

Kebenaran yang menyatakan bahwa dua persidangan yang pertama itu berlangsung sebelum bumi lenyap, yaitu sebelum keadaan dunia yang sekarang ini berakhir; juga kebenaran yang menyatakan bahwa persidangan yang kedua itu berakhir bersama-sama dengan orang-orang suci yang hidup pada masa sejarah yang terakhir sekali, masa dari patung binatang itu, yaitu masa sebelum bumi lenyap; — semuanya ini menyajikan bukti yang tak dapat dibantah, bahwa dua persidangan yang pertama itu, yaitu sidang-sidang pada sebelum seribu tahun itu, akan menghantarkan dunia yang ada sekarang ini kepada ajalnya; sehingga Pengadilan itu tidak lain adalah pemisahan “lalang-lalang” daripada “gandum”, baik di antara orang-orang mati maupun di antara orang-orang hidup; sehingga itupun merupakan pemeriksaan terhadap semua tamu dengan tujuan untuk menentukan siapa yang memakai dan siapa yang tidak memakai “pakaian kawin” – yaitu persyaratan utama yang akan menentukan siapa yang akan dibiarkan dan siapa yang akan dimasukkan ke dalam kebinasaan sewaktu bumi lenyap.

Bahwa orang-orang mati diadili di dalam persidangan yang pertama, dan orang-orang hidup diadili di dalam persidangan yang kedua, akan terlihat dari lambang itu sendiri. Seperti ditunjukkan sebelumnya, pada sidang yang pertama tidak seorang pun berdiri di atas

lautan kaca, dan lautan itu sendiri adalah “jernih seperti kristal.” Tetapi pada sidang yang kedua orang-orang suci berdiri di atas lautan, dan lautan itu adalah bercampur dengan api (lambang dari kehidupan).

Juga kemudian, di dalam dua sidang yang pertama itu Juruselamat dilambangkan bagaikan seekor anak domba yang disembelih (Wahyu 5 : 6), sehingga menempatkan dengan tegas peristiwa-peristiwa itu berlangsung dalam masa kasihan — sementara darah dari Anak Domba itu masih dapat digunakan untuk menebus dosa-dosa manusia. Maka pernyataan Daniel bahwa “Pengadilan itu diserahkan kepada orang-orang suci dari Yang Maha Tinggi”, setelah mana “datang waktunya bahwa orang-orang suci itu memiliki kerajaan itu” (Daniel 7 : 22), menempatkan dengan tegas masa Pengadilan itu mendahului masa orang-orang suci itu menerima Kerajaan. Oleh karena itu, maka bobot kenyataan itu berulang kali menunjukkan bahwa Pengadilan itu tidak lain adalah suatu pemeriksaan terhadap “tamu-tamu” yang telah datang menghadiri perjamuan kawin Anak Domba, yaitu mereka yang telah menggabungkan diri dengan sidang. Mereka yang kemudian didapati tidak berpakaikan pakaian kawin akan dicampakkan keluar.

Juga, kebenaran-kebenaran yang mengatakan bahwa selama Kaabah itu terbuka, bahwa tujuh malaikat dan binatang-binatang itu keluar dari dalamnya, bahwa ia itu kemudian dipenuhi dengan asap dari kemuliaan Allah sehingga tidak seorang pun mampu memasukinya “sampai tujuh bela dari tujuh malaikat itu digenapi” (Wahyu 15 : 5 - 8), sampai kota-kota dari bangsa-bangsa runtuh, sampai setiap pulau lenyap, dan gunung-gunung lenyap (Wahyu

16 : 19, 20), — sekaliannya ini menunjukkan dengan pasti, bahwa bersamaan dengan sidang yang kedua itu sidang Pengadilan itu akan tertunda, masa kasihan berakhir bagi semua orang, tujuh bela turun, dan bumi lenyap. Kemudian dimulai pada Tahta Putih Yang Besar itu pelaksanaan Pengadilan terhadap orang-orang mati, yaitu terhadap mereka yang tidak bangkit dalam kebangkitan yang pertama, dan terhadap mereka yang bukannya diobahkan, melainkan dibunuh pada kebesaran cahaya kedatangan-Nya.

 Mendahului peristiwa-peristiwa yang terakhir ini “binatang itu diambil, dan bersama-sama dengannya nabi palsu itu yang melakukan berbagai keajaiban di hadapannya, dengan mana ia menyesatkan mereka itu yang telah menerima tanda binatang itu, dan mereka yang menyembah patungnya. Keduanya ini dicampakkan hidup-hidup ke dalam suatu lautan api yang bernyala-nyala dengan belerang.

“Maka mereka yang sisa itu (yang tersisa dari dunia yang jahat) dibunuh dengan pedang dari Dia yang duduk di atas kuda itu, pedang yang keluar dari dalam mulut-Nya; maka segala unggas kenyang dengan daging mereka itu.” Wahyu 19 : 20, 21. Kemudian malaikat itu akan mengikat Iblis, pendurhaka yang terakhir itu, lalu bumi lenyaplah.

Demikianlah seribu tahun itu dimulai, dan demikianlah malaikat itu mencampakkan Iblis ke dalam lubang yang tak terduga dalamnya — yaitu ke dalam suatu tempat dimana tidak mungkin lagi bagi sesuatu mahluk lainnya untuk berdiri — mengunci dia, dan memeteraikan dia dengan sebuah segel, “supaya jangan lagi ia menyesatkan bangsa-bangsa, sampai kelak genap seribu tahun itu (sampai kebangkitan yang kedua) : dan

sesudah itu ia harus dilepaskan sedikit waktu lamanya. Dan aku tampak tahta-tahta, dan mereka duduk di atasnya, lalu Pengadilan diserahkan kepada mereka” selama seribu tahun itu.

“Maka aku tampak sebuah Tahta Putih Yang Besar, dan Dia yang duduk di atasnya, dari wajah-Nya lenyaplah bumi dan langit; dan tidak didapati lagi tempat bagi mereka. Maka aku tampak segala orang mati itu, kecil dan besar, berdiri di hadapan hadirat Allah; dan kitab-kitab dibuka; dan sebuah kitab lainnya juga dibuka, yaitu kitab kehidupan; maka segala orang mati itu diadili menurut segala perkara yang tertulis di dalam kitab-kitab itu, sesuai dengan perbuatan-perbuatan mereka.” Wahyu 20 : 1 - 5, 11, 12.

Yohanes melihat bahwa sesudah segala perkara ini jadi, maka “lautpun menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya; dan kematian dan neraka melepaskan orang-orang mati yang ada di dalamnya : maka mereka itu diadili masing-masing sesuai dengan perbuatan-perbuatan mereka. Lalu kematian dan neraka dicampakkan ke dalam lautan api. Inilah kematian yang kedua. Maka barangsiapa yang namanya tidak tertulis di dalam kitab kehidupan dicampakkan ke dalam lautan api.” Wahyu 20 : 13 - 15. (Lihat juga buku The Great Controversy, p. 480).

Adalah tegas sesuai Alkitab bahwa pada permulaan seribu tahun itu semua orang jahat akan “dibunuh dengan pedang dari Dia yang duduk di atas kuda itu; pedang yang keluar dari dalam mulut-Nya : maka segala unggas (akan) kenyang dengan daging mereka” (Wahyu 19 : 21), dan bahwa yang diadili pada Tahta Putih Yang Besar itu ialah orang-orang mati, dan juga bahwa berikutnya semua orang

yang diadili itu akan dibangkitkan pada akhir dari seribu tahun itu; artinya, sesuai dengan yang dikatakan oleh Yohanes, kemudian “laut menyerahkan semua orang mati yang ada di dalamnya; dan kematian dan neraka melepaskan semua orang mati yang ada di dalamnya.” Kenyataan-kenyataan ini memastikan dalam kalimat-kalimat yang tidak diragukan lagi, bahwa tidak akan ada seorang pun yang hidup di bumi selama masa “seribu tahun” itu, dan bahwa orang-orang yang bangkit dalam kebangkitan yang kedua, semuanya itu adalah orang-orang yang tidak suci — yaitu semua mereka yang tidak bangkit dalam “kebangkitan yang pertama itu” (Wahyu 20 : 6), yaitu semua orang yang tunduk kepada kematian yang kedua (ayat 14).

Lagi pula, karena hanya ada satu sidang Pengadilan yang duduk selama seribu tahun itu, maka “tahta-tahta” dari ayat 4 itu harus ada di dalam persidangan bersama-sama dengan Tahta Putih Yang Besar itu. Dan lagi, adalah tidak mungkin bahwa “Tahta Putih Yang Besar itu” akan sepenuhnya sendiri berada di dalam persidangan.

Dan juga, melihat bahwa kebangkitan yang pertama itu, yaitu kebangkitan pada permulaan seribu tahun itu akan membawa keluar semua umat kesucian, yaitu orang-orang yang suci, dan tidak seorangpun yang lainnya, maka ia itu menyusul bahwa kebangkitan yang kedua, yaitu kebangkitan pada akhir seribu tahun itu akan membawa keluar semua orang yang tidak suci, tanpa seorang benarpun di antara mereka itu.

Semua peristiwa yang terakhir ini dalam jam-jam penutupan Injil berulang kali membuktikan, bahwa tidak satupun orang jahat akan hidup dalam masa seribu tahun itu, yaitu tahun-tahun setelah bumi lenyap dan sebelum ia itu

diperbaharui, dan dengan sendirinya selama masa itu tidak akan ada seorangpun dapat diselamatkan, dan tak seorangpun akan hilang.

Seperti yang ditunjukkan sebelumnya, semua orang jahat mati pada permulaan seribu tahun itu; pertama-tama binatang dan nabi palsu itu, kemudian mereka yang lagi tinggal itu, yaitu yang tersisa dari dunia. (Lihat Wahyu 19 : 20, 21). Walaupun demikian, orang-orang suci itu, yaitu mereka yang hidup dan mereka yang bangkit pada permulaan seribu tahun itu sekaliannya akan hidup dan memerintah seribu tahun lamanya bersama-sama dengan Kristus, bukan Kristus bersama-sama dengan mereka. Yang tersisa dari orang-orang mati, yaitu seluruh dunia, tidak akan hidup kembali sebelum seribu tahun itu berakhir (Wahyu 20 : 4, 5).

“Aku pergi”, demikian kata Yesus, “mempersiapkan suatu tempat bagimu. Maka jika Aku pergi dan mempersiapkan suatu tempat bagimu, Aku akan datang kembali, dan menerima kamu bagi diri-Ku sendiri; supaya dimana Aku berada, di sanapun kamu berada.” Yohanes 14 : 2, 3. Jelaslah, bahwa mereka yang hidup selama seribu tahun itu, mereka hidup bersama-sama dengan Kristus di dalam istana-istana yang di atas. Kemudian sesudah seribu tahun itu berakhir, maka Yohanes mengungkapkan, “lautan menyerahkan semua orang mati yang ada di dalamnya; dan kematian dan neraka melepaskan orang-orang mati yang ada di dalamnya; dan mereka itu sudah diadili masing-masing orang sesuai dengan perbuatan-perbuatan mereka.”

Demikianlah keadaannya orang-orang jahat itu akan dibangkitkan dari kematian apabila seribu tahun itu berakhir, dan sebagai akibatnya Setan akan dilepaskan dari penjaranya, sehingga memungkinkan kembali baginya untuk menyesatkan orang-orang yang nama-namanya tidak terdapat di dalam kitab kehidupan, yaitu “Gog dan Magog,

untuk menghimpunkan mereka bersama-sama untuk berperang; maka jumlah mereka itu adalah bagaikan pasir di laut. Maka naiklah mereka itu ke seluruh dataran bumi, lalu mengepung perkemahan orang-orang suci itu berikut kota yang dikasihi itu; maka turunlah api dari Allah dari sorga, lalu melahap mereka itu.”

“Maka Iblis yang menyesatkan mereka itu dicampakkan ke dalam lautan api dan belerang, dimana binatang dan nabi palsu itu berada, maka mereka itu akan disiksa siang dan malam untuk selama-lamanya. Maka kematian dan neraka dicampakkan ke dalam lautan api itu. Inilah kematian yang kedua itu.” Wahyu 20 : 7 - 10, 14. Peristiwa penghabisan ini dalam drama dosa yang terakhir akan menghantarkan kekekalan yang tak berdosa ke bumi.

Kemudian selanjutnya, karena baik orang-orang suci yang hidup maupun yang dibangkitkan itu akan diambil untuk “hidup dan memerintah bersama-sama dengan Kristus”, dan karena semua mereka yang akan diadili pada Tahta Putih Yang Besar itu, akan diadili sementara mati, maka kebenaran itu menunjukkan lebih jelas lagi bahwa tidak terdapat seorang jahatpun yang hidup selama seribu tahun itu. Memang tidak ada, karena bumi dan langit pada waktu itu telah lenyap, yaitu keluar dari orbitnya yang mula-mula, menjadi kosong dari kehidupan, dan hampa (Yesaya 24 : 1 - 6; Yeremia 4 : 23 - 26), yaitu suatu “lubang yang tak terduga dalamnya” (Wahyu 20 : 1) pada mana tak seorangpun dapat berdiri. Orang-orang suci itu, yaitu mereka yang tinggal itu, tentunya hidup dan memerintah seribu tahun lamanya bersama-sama dengan Kristus di dalam Sorga dari segala langit itu, dimana “banyak istana” itu berada. Pada akhir dari seribu tahun itu turunlah Kota Suci, yaitu istana-istana itu, yaitu

Yerusalem Baru, berikut orang-orang suci bersamanya (Wahyu 21 : 2). Semenjak dari saat itu dan seterusnya orang-orang suci bukan hidup bersama-sama dengan Kristus, melainkan Ia akan hidup bersama-sama dengan mereka (Wahyu 21 : 3).

Seperti yang telah ditunjukkan sebelumnya, kepada Yohanes masa permulaan dari Pengadilan itu telah ditegaskan secara lepas akan jadi “kemudian” dari zamannya, tetapi kepada Daniel ia itu diperlihatkan secara pasti akan berlangsung pada sesuatu masa setelah tanduk kecil dari binatang itu bangkit, dan sebelum orang-orang suci memiliki Kerajaan itu (Daniel 7 : 8 - 11). Sungguhpun demikian, tanggal yang tepat akan ditentukan oleh Daniel 8 : 14 — “Sampai dua ribu tiga ratus hari; kemudian kaabah kesucian itu akan kelak dibersihkan”, lalang-lalang akan kelak dibuang dari dalamnya. Pada masa itu, sementara pembersihan itu berlangsung, sidang akan memberitakan : “Takutlah akan Allah dan muliakanlah Dia, karena jam pengadilan-Nya telah tiba.” Wahyu 14 : 7. (Penyajian yang lengkap terhadap Daniel 8 : 14 dapat dibaca pada buku Pengadilan Dan Penuaian, Traktat No. 3).

Mengenai kitab yang termeterai dengan tujuh meterai, yaitu satu-satunya kitab yang “tidak seorang pun di dalam sorga ataupun di bumi ..... mampu membukanya ..... ataupun memandangnya”, terkecuali Singa dari suku Yehuda itu, ia itu tentulah kitab yang di dalamnya tercatat perbuatan-perbuatan manusia, seperti yang diungkapkan sendiri oleh meterai-meterai itu.

Kenyataan ini kembali dikukuhkan oleh Ilham sebagai berikut : “Demikianlah para pemimpin Yahudi itu membuat pilihan mereka. Keputusan mereka itu dicatat di dalam kitab yang Yohanes lihat berada di dalam tangan Dia yang duduk di atas tahta, yaitu kitab yang tidak seorang pun dapat membukanya.

Dalam semua pembalasannya, keputusan ini akan muncul ke hadapan mereka pada hari bilamana kitab ini dibukakan dari meterainya oleh Singa dari suku Yehuda itu.” Christ’s Object Lessons, p. 294.

Apa yang terkandung di dalam kitab itu, kini menjadi sangat jelas, bahwa ia itu berisikan sejarah dunia dan perbuatan-perbuatan dari semua manusia. Dan tentunya, menurut pengaturan akal sehat bahwa dengan dibukanya kitab itu pemeriksaan Pengadilan terhadap perbuatan-perbuatan umat Allah harus dimulai, sesuai yang diungkapkan sendiri oleh Buku Wahyu itu. Lagi pula, karena baik perkataan maupun simbolisasi dari Buku Wahyu itu menolak setiap interpretasi lainnya terkecuali interpretasi yang dibuat di sini, maka kebenaran segala perkara ini kini berdiri teguh dan pasti.

Oleh sebab itu, maka kaabah kesucian (sidang), yaitu tempat yang menampung umat Allah itulah yang kelak akan dibersihkan. Sungguhpun demikian, akhirnya sebagaimana diperlihatkan sebelumnya, maka semua manusia, bahkan orang-orang Kapir pun, harus datang ke hadapan meja Pengadilan Allah, di hadapan “Tahta Putih Yang Besar itu.”

Dengan demikian, maka peristiwa itu benar-benar akan jadi “kemudian” dari zaman Yohanes, yaitu masa dalam mana akan diperiksa segala perkara yang terjadi sebelum zaman Yohanes, dan segala perkara yang akan jadi sesudah zaman Yohanes (Wahyu 1 : 19) — yaitu perbuatan-perbuatan dari semua manusia semenjak dari mula pertama sampai kepada akhir dunia.

Secara nubuatan, Pengadilan itu duduk dan kitab-kitab dibuka, tetapi tidak seorangpun di dalam seluruh alam semesta milik Allah yang luas ini berlayak untuk

membuka kitab yang tersegel itu, ataupun memandangnya, terkecuali Anak Domba itu — yaitu Juruselamat dunia, Raja atas segala raja, Singa dari suku Yehuda, Raja dan Pembela kita, Kejadian Alpha dan Omega, yaitu Permulaan dan Yang Akhir itu. Demikian itulah, maka sebagai satu-satunya Pembela kita, yaitu Dia yang telah hidup di antara kita, Dialah satu-satunya orang yang karena pengalaman pribadi dapat menyajikan secara terbuka dengan penuh pengertian dan simpati segala rahasia masa lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang — yaitu satu-satunya orang yang layak untuk membuka kitab itu dan untuk membela manusia yang sudah jatuh.

Pintu yang terbuka pada permulaan dari khayal Yohanes itu, menunjuk ke belakang kepada hari Grafirat contoh, yaitu satu-satunya hari sepanjang tahun dalam mana pintu di antara Bilik Suci dan Bilik Yang Maha Suci itu terbuka, sehingga kedua ruangan itu terbentang menjadi satu, dan pada waktu yang sama itu juga pintu sebelah luar ditutup. Demikian itulah, karena yang ditunjukkan permulaan dari Grafirat contoh saingan, maka Yohanes telah melihat pintu sebelah dalam itu terbuka, sehingga kedua ruangan itu terbentang menjadi satu.

 Dalam Grafirat contoh (yang dahulu) nasib setiap orang di antara umat Allah telah diputuskan untuk selama-lamanya — mereka yang menyesuaikan hidupnya dengan semua tuntutan hukum telah dibiarkan untuk hidup, tetapi orang-orang yang tidak memenuhi semua tuntutan hukum “ditumpas” dari antara orang banyak itu. Demikian itu pula akan harus berlaku dalam Grafirat contoh saingan.

“Dalam upacara contoh (upacara bayangan), hanya orang-orang yang telah datang ke hadapan hadirat Allah dengan pengakuan dan pertobatan, dan yang dosa-dosanya telah dialihkan ke

kaabah kesucian oleh perantaraan darah dari persembahan dosa, yang memperoleh bagian dalam upacara hari grafirat. Demikian pula dalam hari besar grafirat yang terakhir dan pemeriksaan pengadilan (Pengadilan dari dua persidangan yang pertama, yaitu masa untuk memisahkan lalang-lalang dari gandum, ikan-ikan yang jelek dari ikan-ikan yang baik, baik dari antara orang-orang mati maupun dari antara orang-orang hidup — yaitu penuaian), hanya perkara-perkara dari umat Allah yang dipertimbangkan” (The Great Controversy, p. 480), yaitu mereka yang pada satu atau lain kesempatan telah menyambut panggilan dan telah memperoleh hak untuk memakaikan “pakaian kawin.” Dengan demikian pertanyaan berbunyi : Jika Pengadilan itu “pertama dimulai terhadap kita, maka apakah kelak nasib mereka yang tidak mematuhi Injil Allah?” 1 Petrus 4 : 17.

Sementara kitab-kitab catatan terbuka di dalam Pengadilan itu, maka kehidupan dari semua orang yang pernah tertangkap oleh “pukat” (sidang) penyelamatan, baik yang baik maupun yang jelek akan masuk ke dalam pemeriksaan di hadapan Allah, untuk di sana dipisahkan. Di sana pilihan terhadap masing-masing orang diperiksa dan ditentukan. Sesungguhnya, Pengadilan itu ialah penuaian. Benar, setiap lalang yang akan dicabut dan dipisahkan untuk dibinasakan, dan setiap gandum yang akan ditaruh di dalam “lumbung” (kerajaan) untuk dipakai oleh Tuannya, akan dipisahkan pada hari Grafirat contoh saingan itu. Dimulai dengan mereka yang pertama hidup di bumi Pembela kita menyampaikan perkara-perkara dari masing-masing generasi secara berurutan, lalu mengakhiri Pengadilan sebelum seribu tahun itu dengan perkara-perkara dari para anggota sidang yang hidup.

Kemuliaan Allah dilambangkan oleh kemuliaan yang sama dari batu-batu mulia. Dan pelangi di atas tahta Pengadilan-Nya itu mengungkapkan janji-Nya yang tak pernah gagal dan kemurahan-Nya yang besar. Ini diberitahukan-Nya kepada Nuh sewaktu Ia mengumumkan :

“Inilah tanda perjanjian yang Ku buat di antara Aku dan kamu dan setiap mahluk yang hidup yang menyertaimu, turun temurun sampai selama-lamanya : bahwa Ku taruh pelangi-Ku di dalam awan-awan, maka ia itu akan menjadi tanda perjanjian di antara Aku dan bumi ..... Maka Aku akan ingat perjanjian-Ku yang di antara Aku dengan kamu dan setiap mahluk yang hidup dari segala yang bernyawa; maka segala air itu tidak akan lagi menjadi air bah untuk membinasakan segala yang bernyawa.” Kejadian 9 : 12, 13, 15.

Kehadiran Anak Domba itu di hadapan tahta memberi jaminan bagi kita bahwa “jika seseorang berdosa, maka kita mempunyai seorang Pembela pada Bapa, yaitu Yesus Kristus kebenaran itu.” 1 Yohanes 2 : 1.

Tujuh tanduk kepunyaan Anak Domba itu menunjukkan kelengkapan kekuatan dan kekuasaan, yang dalam jaminannya Kristus mengatakan : “Segala kuasa dikaruniakan kepada-Ku di dalam sorga maupun di bumi.” Matius 28 : 18. Kuasa-Nya yang tak terbatas itu adalah bagi kebaikan kita, dan kita gunakan. Ia menegaskan : “Jika kamu memiliki iman sebesar biji sesawi, maka kamu akan mengatakan kepada gunung ini, Pindahlah engkau ke sana; maka ia itu akan pindah; dan tak ada suatupun yang mustahil bagimu.” Matius 17 : 20.

Tujuh mata milik Anak Domba itu menunjukkan bahwa segala perkara adalah terbuka dan telanjang bagi-Nya.

Pemazmur bertanya : “Ke manakah aku harus pergi dari Roh-Mu? Atau ke manakah aku harus lari dari kehadiran-Mu? Jikalau kiranya aku naik sampai ke dalam langit”, katanya, “Engkau ada di sana : jikalau kiranya aku membuat tempat tidurku di dalam neraka, sungguh, Engkau ada di sana. Jika sekiranya aku mengambilkan sayap-sayap fajar pagi, lalu tinggal pada ujung laut yang terjauh sekalipun; di sanapun tangan-Mu kelak akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu akan memegang aku. Jikalau kataku, Pasti kegelapan akan menudungi aku; bahkan malam itupun akan kelak menjadi terang mengelilingi diriku. Sesungguhnya kegelapan tidak dapat bersembunyi daripada-Mu; melainkan malam akan bercahaya seperti siang hari; kegelapan maupun terang akan sama saja keduanya bagi-Mu.” Mazmur 139 : 7 - 12.

Benar, tujuh “tanduk” simbolis, “mata”, dan “pelita-pelita api” itu sesungguhnya adalah “tujuh Roh Allah itu”, yaitu pekerjaan Roh dalam semua tahap, yaitu yang diutus ke dalam seluruh bumi untuk memberikan kepada orang-orang suci kuasa melawan bala tentara Iblis, juga terang atas Injil Kristus, yaitu suatu khayal mengenai keadaan mereka yang sekarang dan mengenai kemuliaan masa depan mereka, dan seterusnya. Karena jaminan Juruselamat berbunyi : “Adalah perlu bagimu bahwa Aku ini pergi, karena jika tidak Aku pergi, maka Penghibur itu tidak akan datang kepadamu; tetapi jika Aku pergi, Aku akan mengutus-Nya kepadamu.” Yohanes 16 : 7. “Tetapi Penghibur itu, yaitu Rohulkudus, yaitu Dia yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Ia akan mengajarkan kamu segala perkara, dan menghantarkan segala perkara ke dalam ingatanmu, apapun yang telah Ku katakan kepadamu.” Yohanes 14 : 26. Jadi jelaslah, bahwa perkara-perkara apapun yang tidak diajarkan dan diinterpretasikan sendiri oleh Ilham,

maka sekaliannya itu tidak patut untuk diingat, untuk diajarkan, ataupun untuk didengarkan.

Pelita-pelita api itu karena tujuh jumlahnya, maka sekaliannya itu tentu hanya dapat melambangkan sidang yang abadi (Wahyu 1 : 20) yang berpakaikan terang dari seluruh Kebenaran Allah — yaitu ajaran kebenaran pada waktunya kepada masing-masing generasi secara berurutan semenjak dari permulaan dunia, oleh kebenaran mana perbuatan-perbuatan dari masing-masing generasi itu diperiksa dan diadili, kebenaran masing-masing orang ditimbang.

Maka bagi seseorang untuk menolak apakah itu kuasa Roh, atau khayal, atau terang, sesungguhnya adalah berdosa melawan Rohulkudus, maka “ia itu tidak akan diampuni, baik di dunia ini, maupun di dalam dunia yang akan datang.” Matius 12 : 32. Di dalam pengadilan itu orang yang sedemikian ini tentu sekali akan didapati kurang.

Mengenai lautan kaca itu, di dalam kata-kata Daniel ia itu adalah “suatu aliran sungai api”, sebaliknya di dalam kata-kata Yohanes ia itu adalah “suatu laut kaca yang bercampur dengan api”. Aliran sungai api ini yang datang dari tahta pengadilan sementara, dan Sungai Kehidupan yang dari tahta administrasi yang kekal itu (Wahyu 22 : 1), dalam beberapa pandangan harus melambangkan sesuatu yang biasa bagi kedua tahta itu. Maka apakah itu sebenarnya? -- Jika sungai itu bersama-sama dengan Pohon Kehidupan adalah suatu lambang pokok yang mengabadikan kehidupan, maka lautan itu ialah suatu lambang dari adanya kehidupan kekal, sebab “lautan” ialah gudang, atau sumber dari semua air — ia mempertahankan sungai-sungai itu tetap mengalir.

“Api” ialah suatu lambang yang tepat bagi kehidupan, dan “lautan” suatu lambang yang tepat bagi kekekalan, menunjukkan bahwa keduanya ini, kehidupan dan kekekalan, datang dari tahta Allah saja.

“Jernih seperti kristal”, tentu menunjukkan bebas dari segala cacat cela. Karunia-karunia ini, yang tanpa ikut sertanya semua yang lainnya akan hilang, adalah diberikan dengan cuma-cuma kepada semua orang yang dosa-dosanya akan dibersihkan dalam darah Anak Domba yang mahal itu, yaitu darah Juruselamat, Perantara di antara Allah dan manusia.

“Maka kelak tidak akan lagi masuk kedalam (negeri itu) sesuatu perkara yang mencemarkan, ataupun apa saja yang berbuat kekejian, atau berbuat dusta; terkecuali mereka yang tertulis namanya di dalam Kitab Kehidupan Anak Domba.” Wahyu 21 : 27.

Jelaslah, bahwa semua orang yang memperoleh kemenangan “atas binatang itu, dan atas patungnya, dan atas tandanya, dan atas angka bilangan namanya”, menerima pahala mereka — yaitu “berdiri di atas laut kaca”.

Pemecahan berturut-turut tujuh meterai itu berikut masing-masing isinya, masing-masing mengungkapkan bahwa sejarah manusia dibagi dalam tujuh masa periode yang berbeda-beda.

Kini Kebenaran mengungkapkan, bahwa dengan dipecahkan meterai yang pertama — yaitu dengan dibukanya bagian pertama kitab itu — Pengadilan itu dimulai. Ia itupun dengan sendirinya terbukti bahwa pada tahta Pengadilan Allah itu, di dalam tiga persidangannya, simbol Wahyu Tuhan melukiskan bangsa-bangsa dan orang banyak, orang-orang suci dan orang-orang berdosa, sidang-sidang dan pemimpin-pemimpin sidang, Setan dan malaikat-malaikatnya, — di masa lalu, di waktu ini, dan dalam masa yang akan datang. Dengan demikian “semua kitab dari Alkitab itu

bertemu dan berakhir di dalam kitab Wahyu.” The Acts of the Apostles, p. 585.

 Maka sekarang untuk melanjutkan penyelidikan terhadap masalah itu, adalah lebih baik diingat, bahwa sesuatu interpretasi Injil yang gagal mendirikan dengan cocok suatu struktur kebenaran yang kukuh dan membawakan suatu pelajaran khusus penting bagi masa dimana ia itu disajikan, maka itu adalah keliru, tidak diilhami oleh Roh Kebenaran — suatu perkara yang sia-sia.

Lagi pula, karena informasi yang tegas di dalam lembaran halaman-halaman ini dan penjelasan Injil yang jujur dibicarakan di sini tidak mungkin dapat diabaikan oleh siapapun yang jujur terhadap dirinya sendiri, maka itu tentu adalah untuk memuaskan landasan mereka untuk mengaplikasikan “perkara-perkara” yang dilihat oleh Yohanes itu telah diperdirikan dengan kukuh.

Injil sebagaimana diketahui oleh setiap penyelidik Alkitab adalah dimaksudkan untuk menjadi kebenaran sekarang pada masa-masa tertentu — “makanan pada waktunya”, terutama disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan umat. “Sekarang segala perkara ini telah berlaku atas mereka itu untuk menjadi teladan : maka sekaliannya itu telah ditulis sebagai nasehat bagi kita terhadap siapa akhir dunia akan datang.” 1 Korintus 10 : 11. Dengan kata lain, Injil adalah sama dengan surat obligasi jangka panjang, atau surat-surat berharga, yang akan berlaku pada sesuatu masa tertentu. Jadi jelaslah, bahwa masa yang ditentukan oleh Ilham itu adalah seolah-olah masa dimana seseorang harus menguangkan surat-surat berharga itu.

Hal ini adalah terutama tepat dengan buku Wahyu, maka karena kita telah sampai pada

masa itu untuk mana Wahyu ditulis, maka dapatlah kita sekarang oleh pengalaman mengucapkan kembali dengan sepenuh hati dan tanpa ragu-ragu : Berbahagialah ia yang membaca, dan mereka yang mendengar segala perkataan nubuatan ini, dan memegang segala perkara itu yang tertulis di dalamnya : karena waktunya sudah dekat.” Wahyu 1 : 3.

Sekarang setelah melewati penjelasan-penjelasan pendahuluan ini, maka penyelidik Kebenaran tambahan harus bersiap-siap untuk menyelidiki buku Wahyu dengan penuh pengertian terhadap perkara-perkara yang akan menyediakan jalan dan akan memungkinkan dia untuk memahami dengan jujur, bahwa sekaranglah masa itu sudah dekat sekali, sehingga pengetahuan terhadap buku Wahyu akan memungkinkan dia dapat tahan berdiri dalam “Hari Tuhan Yang Besar Dan Mengerikan Itu.” Ia harus mampu melihat, bahwa sekaranglah waktunya baginya untuk memanfaatkan pengetahuan tentang “segala perkara itu” yang tidak mungkin diberitahukan sebelum 

Pemecahan Tujuh Meterai Itu. 

“Maka aku tampak sewaktu Anak Domba itu membuka salah satu dari meterai-meterai itu, lalu ku dengar, salah satu dari empat binatang itu berkata seperti bunyi guntur, Marilah dan lihatlah.  Maka aku tampak, dan tengoklah, seekor kuda putih : dan dia yang duduk di atasnya itu memiliki sebuah busur panah; dan sebuah mahkota dikaruniakan kepadanya : lalu keluarlah ia dengan kemenangan, dan untuk memenangkan lagi.”

“Maka setelah ia membukakan meterai yang kedua, aku dengar binatang yang kedua itu mengatakan, Marilah dan lihatlah. Dan keluarlah seekor kuda yang lain yang merah warnanya : maka kepada orang yang duduk di atasnya itu dikaruniakan kuasa untuk mengambil perdamaian dari bumi, sehingga mereka saling membunuh satu sama lain : dan sebilah pedang yang besar dikaruniakan kepadanya.”

“Maka setelah Anak Domba itu membuka meterai yang ketiga aku dengar binatang yang ketiga itu mengatakan, Marilah dan lihatlah. Dan aku tampak adalah seekor kuda hitam; dan orang yang

duduk di atasnya itu memiliki sepasang neraca timbangan di dalam tangannya. Maka aku dengar suatu bunyi di tengah-tengah empat binatang itu mengatakan, Secupak gandum sedinar harganya, dan tiga cupak jelai sedinar harganya; tetapi perhatikanlah olehmu agar minyak dan air anggur jangan kau rusakkan.”

“Maka setelah ia membuka meterai yang keempat aku dengar suara binatang yang keempat itu mengatakan, Marilah dan lihatlah. Maka aku tampak ada seekor kuda kelabu, dan orang yang duduk di atasnya itu Maut namanya, maka Neraka itu mengikutinya. Maka kuasa dikaruniakan kepada keduanya atas seperempat bumi untuk membunuh dengan pedang, dan dengan kelaparan, dan dengan kematian, dan dengan segala binatang yang di bumi.” Wahyu 6 : 1 - 8.

Melihat akan kenyataan bahwa meterai-meterai itu berisikan sejarah dunia, maka warna yang berbeda-beda dari keempat ekor kuda itu — putih, merah, hitam, dan kelabu — menggambarkan secara pasti empat kondisi yang berbeda-beda, yang satu menyusul yang lainnya.

Kemudian juga, mahkota dari pengendara kuda yang pertama, dan pedang dari pengandara kuda yang kedua, juga neraca timbangan dari pengendara kuda yang ketiga, dan nama Maut pada pengendara kuda yang keempat, — keempatnya dalam suatu cara sederhana seperti yang dapat digambarkan oleh simbol Ilahi mengungkapkan bahwa oleh perbuatan-perbuatan manusia dunia telah beralih dari yang baik menuju kepada yang buruk, kemudian dari yang buruk, menuju kepada yang terburuk, dan bahwa manusia perlu dibantu keluar dari kejahatannya, perlu dididik kembali sesuai dengan kehendak Khaliknya. Sungguhpun demikian, ungkapan kehendak Allah itu hanya akan menjadi jelas sejauh kesediaan seseorang untuk melepaskan teori-teorinya dan kemauan pribadinya.

Musa menemukan bahwa seribu kali lebih mudah untuk memimpin orang banyak itu keluar dari Mesir, daripada memimpin Mesir keluar dari mereka itu. Karena memperoleh manfaat dari berbagai macam

___ GAMBAR ___

halangan mereka itu, karena melepaskan setiap teori dan semua kehendak sendiri dengan segera, maka bukannya menempuh empat puluh tahun atau pun empat puluh hari, melainkan tanpa memiliki keragu-raguan yang sama Kaleb dan Yosua zaman ini akan melihat bahwa oleh kuda-kuda itu dilukiskan sesuatu yang diciptakan Allah, tetapi diperintah (dikendalikan) oleh manusia. Maka apakah itu kalau bukan bumi yang dikaruniakan pada manusia kuasa untuk memerintahnya?

Jadi, tegasnya, bahwa apapun yang lainnya yang mungkin dapat digambarkan oleh lambang (kuda-kuda dan pengendara-pengendara) itu, ia itu tentunya mengungkapkan bahwa penyimpangan manusia dari kebenaran telah merendahkan tabiatnya sendiri, telah menyebabkan dia kehilangan mahkota karunia Allahnya berikut kuda putihnya kebenaran dan kedamaian pemerintahannya; artinya, apa yang pada mulanya adalah murni, “putih”, tanpa cacat cela, telah dibuat oleh manusia menjadi tidak murni, kejam dan penuh pertikaian, bersifat menguasai dan suka membunuh.

Sementara dosa terus berlipatganda, maka kutuk demi kutuk terus dipertambahkan, sehingga akibatnya kuda putih itu diganti oleh kuda merah, kuda merah diganti oleh kuda hitam, dan kuda hitam diganti oleh kuda kelabu.

Kini untuk menyelidiki kebenaran yang terkandung di dalam masing-masing meterai itu, yaitu perkara-perkara yang dibawakan oleh kitab yang termeterai itu ke hadapan perhatian sidang Pengadilan yang mengelilingi tahta dari Dia Yang Tiada Berkesudahan Hari-Nya itu, dan kepada perhatian kita yang membaca dengan pikiran terbuka dalam usaha mencari kebenaran yang menyelamatkan, maka kita mulai dengan 

Lambang Dari Meterai Yang Pertama. 

“Maka aku tampak sewaktu Anak Domba itu membuka salah satu dari meterai-meterai itu, lalu ku dengar, salah satu dari empat binatang itu berkata seperti bunyi guntur, Marilah

dan lihatlah.  Maka aku tampak, dan tengoklah, seekor kuda putih : dan dia yang duduk di atasnya itu memiliki sebuah busur panah; dan sebuah mahkota dikaruniakan kepadanya : lalu keluarlah ia dengan kemenangan, dan untuk memenangkan lagi.” Wahyu 6 : 1, 2. 

___ GAMBAR ___ 

Pada dasarnya, meterai yang pertama, yaitu meterai dengan mana sidang Pengadilan itu dimulai, harus berisikan perkara-perkara yang ada sejak adanya manusia. Jadi, dapatlah dimengerti, bahwa kuda putih itu, yaitu yang pertama dalam simbol itu, adalah sama dengan keadaan dunia yang pertama sekali — bersih dan tidak berdosa dengan seorang raja yang (pengendara) bermahkotakan karunia Ilahi, yang untuk pertama kali tidak mempunyai tujuan apapun terkecuali menundukkan bumi dan mengisinya dengan mahluk-mahluk yang kekal seperti Allah. Bumi itu sendiri adalah terbungkus dalam suatu selimut keindahan dan kebersihan, berikut semua keajaiban di darat dan di dalam lautan. Tidak ada satupun yang kurang.

Di dalam Taman Eden “terdapat pohon-pohonan dari berbagai jenis, banyak dari antara mereka yang sarat dengan buah yang enak dan harum. Terdapat di sana pokok-pokok anggur yang menarik.....yang menyajikan penampilan yang sangat elok, dengan tangkai-tangkainya yang menjalar di bawah beban buahnya yang mempesona dengan beraneka ragam warna yang sangat bervariasi.” Patriarchs and Prophets, p. 47.

Bumi dalam masa mudanya itu dipenuhi dengan kembang-kembang yang indah menawan dan ditutupi dengan suatu permadani kehijauan yang hidup, dibentangi oleh langit yang biru, memamerkan kecantikan dan keelokan alami sehingga tak ada bahasa yang mampu melukiskannya. Suatu keajaiban hidup tanpa cela, yang hanya Seniman Agung yang besar itulah yang dapat membuatnya.

Oleh sebab itu, maka pengendara berikut kuda putihnya itu (raja yang dimahkotai Allah, Adam, berikut pemerintahannya yang damai, kuda putihnya), adalah yang pertama sekali akan ditimbang pada neraca-neraca timbangan, yang pertama sekali masuk kedalam pemeriksaan di hadapan Tahta Pengadilan itu. Sebab itu, kita kembali diingatkan bahwa peristiwa pemeriksaan — tabiat ini, yaitu Pengadilan, adalah perkara yang terpenting yang akan jadi “kemudian” dari zamannya Yohanes, bertahun-tahun lamanya sesudah abad yang pertama dari sejarah Kristen.

Mahkota pengendara itu dan busur panahnya mengingatkan kepada jabatan yang pertama sekali diisi manusia segera setelah Allah berfirman : “Marilah kita membuat manusia dalam bentuk Kita, mengikuti kesamaan Kita : dan biarlah mereka itu memiliki pemerintahan atas ikan-ikan di laut, dan atas unggas-unggas di udara, ternak, dan atas setiap binatang melata yang melata di atas

bumi.” Kejadian 1 : 26. Maka Allah memberkati Adam dan Hawa, dan kepada mereka Allah berfirman : “Berkembang-biaklah, dan berlipatgandalah kamu, dan penuhilah bumi itu, dan  taklukkanlah dia”, memenangkannya. Kejadian 1 : 28.

Jelaslah bahwa pada Tahta Pengadilan itu, kuda putih, pengendara, dan mahkotanya, secara simbolis adalah sama dengan Adam, raja ciptaan Allah itu berikut kerajaannya. Maka jika sekiranya satu-satunya perkara yang diperintahkan kepadanya untuk dimenangkan olehnya adalah bumi, dengan cara memenuhi dan mengalahkannya, maka apa lagi lainnya yang dapat dilambangkan oleh “busur panah” itu, yaitu alat yang digunakan untuk mengalahkan bumi, kalau bukan Hawa?

Generasi berikutnya yang dipanggil untuk mempertanggung-jawabkan iman dan kesetiaan mereka, akan dibuka dalam 

Lambang Dari Meterai Yang Kedua. 

“Maka setelah ia membukakan meterai yang kedua, aku dengar binatang yang kedua itu mengatakan, Marilah dan lihatlah. Dan keluarlah seekor kuda yang lain yang merah warnanya : maka kepada orang yang duduk di atasnya itu dikaruniakan kuasa untuk mengambil perdamaian dari bumi, sehingga mereka saling membunuh satu sama lain : dan sebilah pedang yang besar dikaruniakan kepadanya.” Wahyu 6 : 3, 4.

Karena kuda putih berikut pengendaranya yang bermahkota itu melambangkan periode sejarah manusia yang pertama, maka kuda merah berikut pengendara pembunuh dan perusak perdamaiannya itu, harus melambangkan periode sejarah berikutnya, yaitu periode sejarah dimana pembunuhan dan peperangan untuk pertama kalinya pecah.

Habel, tentunya, adalah korban yang pertama. Maka sebagai akibatnya, seluruh dunia di zaman Nuh

telah dibinasakan oleh air bah, dan “suatu kutuk yang ketiga yang mengerikan telah berlaku atasnya sebagai akibat daripada dosa.” Patriarchs and Prophets, p. 107. 

___ GAMBAR ___ 

Sekalipun hukuman ini berikut objek pelajarannya, namun segera setelah penduduk bumi kembali meningkat berlipat ganda banyaknya sesudah air bah itu, maka dosapun ikut meningkat berlipat ganda. Dan walaupun orang banyak itu tak dapat berbuat lain selain mengakui akan kebenaran ramalan Nuh mengenai air bah itu, namun mereka tetap saja tidak mempercayainya dalam ramalan berikutnya; yaitu ramalan yang mengatakan bahwa tidak akan ada lagi “air bah membinasakan bumi.” Kejadian 9 : 11. Bahkan

pelangi di dalam awan-awan, yaitu tanda alamat milik Tuhan mengenai janji-Nya untuk tidak lagi membanjiri bumi dengan air bah pada kedua kalinya, itupun gagal untuk menginsyafkan mereka.

Betapa rahasianya dosa itu sesungguhnya! Pertama sekali mereka tidak mau percaya bahkan pada kemungkinan datangnya air bah, dan berikutnya mereka tidak mau percaya pada ketidak-mungkinannya datang sesuatu air bah. Sesungguhnya, penilaian terhadap orang-orang yang tidak percaya adalah sama saja bodohnya dengan penilaian terhadap seorang wanita desa yang setelah pertama kali ia melihat sebuah kereta api diam di atas relnya, maka dengan tegas ia menyatakan : “Kereta itu tidak akan pernah berjalan!” Kemudian setelah ia melihat kereta itu berjalan, maka kembali ia menyatakan dengan tegas sama seperti pada sebelumnya : “Kereta itu tidak akan pernah berhenti!” Demikianlah selagi roh tidak percaya terhadap Firman masih selalu melumpuhkan pikiran dan merendahkan tubuh kepada dosa dan kebusukan, maka sekalipun dalam zaman sewaktu orang-orang masih kokoh kuat dan panjang umurnya, roh yang sama itu pun masih tetap memiliki pegangan yang jauh lebih besar atas manusia di waktu ini.

Gantinya membebaskan mereka itu daripada ketakutan, Firman Allah yang diucapkan oleh perantaraan Nuh itu malahan telah mendorong orang-orang sesudah air bah itu untuk merasa bahwa ada suatu kebutuhan yang tak dapat dihindari, yaitu mendirikan tugu Babel sebagai pertahanan menghadapi sesuatu air bah yang kedua. Namun, karena ketidakpercayaan dan ketakutan mereka yang palsu itu tidak berkenan kepada-Nya, maka Tuhan telah menunjukkan ketidakpuasan-Nya dengan cara mengganggu proyek pembangunan mereka yang jahat dan bodoh itu sebagai berikut : Ia menghancurkan tugu mereka itu dan Ia mengacaukan bahasa mereka. Demikianlah halnya bahwa kekacauan di Babel itu (Kejadian 11 : 8, 9) telah melahirkan suku-suku bangsa dan bahasa-bahasa yang ada sekarang.

Akhirnya, sementara para tukang yang kacau balau itu memisahkan diri berkelompok-kelompok, maka orang-orang yang saling bertetangga mulailah bersengketa satu dengan yang lainnya. Dan setelah sekian lamanya mereka bertumbuh menjadi bangsa-bangsa, maka pertikaian-pertikaian mereka itupun bertumbuh menjadi peperangan-peperangan. Oleh sebab itu, kebenaran sejarah yang menyatakan bahwa semua peperangan itu untuk pertama kalinya pecah sesudah kekacauan bahasa-bahasa, menunjukkan bahwa kuda merah itu dan khususnya pengendaranya, menggambarkan periode sejarah dimana tugu Babel itu dimusnahkan dan dimana perdamaian membuka jalan bagi peperangan-peperangan.

Lagi pula, suatu jangkar yang lain bagi pembuktian ini, ialah kalimat yang mengatakan : “Untuk mengambil perdamaian dari bumi”, karena ini jelas mengandung arti, bahwa perdamaian itu memang ada sebelum waktu itu.

Walaupun demikian, segala akibat dari dosa Adam tidak saja berhenti dengan tindakan pembinasaan nyawa dan harta yang sedemikian ini seperti halnya peperangan. Ia itu telah menghantarkan semua keturunannya kepada kemerosotan derajat manusia yang lebih parah lagi, bahkan kepada penyembahan berhala, kepada pembinasaan jiwa-jiwa melalui perantaraan agama, yang dalam drama dosa, telah diungkapkan dalam 

Lambang Dari Meterai Yang Ketiga. 

“Maka setelah Anak Domba itu membuka meterai yang ketiga aku dengar binatang yang ketiga itu mengatakan, Marilah dan lihatlah. Dan aku tampak adalah seekor kuda hitam; dan orang yang duduk di atasnya itu memiliki sepasang neraca timbangan di dalam tangannya. Maka aku dengar suatu bunyi di tengah-tengah empat binatang itu mengatakan, Secupak gandum sedinar harganya, dan tiga cupak jelai sedinar harganya; tetapi perhatikanlah olehmu agar minyak dan air anggur jangan kau rusakkan.” Wahyu 6 : 5, 6.

Sebagaimana sudah kita lihat, kuda putih itu melambangkan pemerintahan manusia atas bumi selagi bumi masih bersih dan bebas. Maka sekarang, karena hitam

adalah lawan kata daripada putih, maka kuda hitam itu harus melambangkan pemerintahan manusia dalam kegelapan rohani dan perhambaan — suatu kondisi yang berlawanan terhadap apa yang dilambangkan oleh kuda putih itu. 

___ GAMBAR ___ 

Ini dikuatkan oleh sejarah : Bahkan jauh ke belakang pada zaman Abraham, yaitu hanya kira-kira tiga ratus tahun sesudah air bah itu, penyembahan berhala telah merajalela menguasai penduduk dunia. Pada waktu itulah maka Abraham telah meninggalkan Haran, rumah dan negeri ayahnya (Kejadian 11 : 31; 12 : 1). Semua keturunannya, yaitu Israel, akhirnya telah menjadi budak kepada Firaun, dan kemudian kepada Nebukadnezar, raja dari Babilon.

Sepasang neraca timbangan di dalam tangan pengendara kuda itu seharusnya bahkan lebih pasti menunjuk kepada masa periode ke dalam mana akan dicapai oleh kuda hitam itu dan pengendaranya, dan yang dilambangkan oleh keduanya. Seperti yang sudah kita lihat, busur panah dari penunggang kuda yang pertama melambangkan alat dengan mana Adam menaklukkan bumi (karena semua keturunan manusia berasal dari dia); dan pedang dari penunggang kuda yang kedua melambangkan alat dengan mana orang-orang keturunan dari Adam telah mengambil perdamaian dari bumi. Dengan cara yang sama pun, neraca-neraca timbangan dari penunggang kuda yang ketiga itu harus perlu melambangkan apa yang berikutnya yang diperkenalkan oleh manusia. Dan apakah selain jenis-jenis perdagangan yang dapat digambarkan oleh simbol ini? Setiap orang dapat cepat mengetahui, bahwa seseorang dengan sepasang neraca timbangan tentu melakukan sesuatu yang berhubungan dengan pembelian dan penjualan.

Di zaman Abraham hubungan dagang di antara bangsa-bangsa belum dikenal. Tetapi selama masa periode berikutnya, yaitu periode yang dilambangkan oleh kuda hitam itu, ide ini telah lahir. Pada waktu itulah kemudian Sidon dan Tirus telah menjadi pusat-pusat perdagangan yang utama. Maka Ilham mengemukakan pertanyaan ini : “Siapakah yang telah membicarakan ini menentang Tirus, kota yang dimahkotai itu, yang para saudagarnya adalah bagaikan penghulu-penghulu, yang para pedagangnya adalah orang-orang yang dihormati di bumi?” Yesaya 23 : 8

Tirus, kota ratu dari orang-orang Fenisia itu adalah hanya dekat dari kota Sidon. “Berangsur-angsur mereka menyebarkan daerah-daerah perdagangannya meliputi seluruh Laut Tengah, bahkan sampai masuk ke tanah-tanah yang lain,

senantiasa mencari daerah-daerah perdagangan yang baru dan pusat-pusat pasar. Mereka bagaikan lebah-lebah dari dunia kuno yang lalu yang membawakan serbuk sari kebudayaan kemana saja mereka itu pergi. Kebutuhan-kebutuhan dagang dan jual beli telah mendorong mereka untuk menyempurnakan suatu alfabet, dan dari merekalah dunia barat telah memperolehnya. Dalam beberapa hal mereka adalah unik sekali dalam dunia kuno yang lalu, dan keadaan yang menonjol ini telah terkubur bersama-sama dengan mereka. Karena mereka tidak berminat dalam kemenangan-kemenangan perang, terkecuali perdagangan saja; maka mereka tidak segan-segan untuk membayar upeti kepada penguasa-penguasa militer selama penguasa-penguasa itu tidak mencampuri dalam hak-hak perdagangan mereka. Mereka memiliki suatu kemampuan yang sama seperti orang-orang Gerika untuk berbaur dengan siapa saja apakah itu Mesir, Babilonia, Asyur, Persia, ataupun sesuatu tahap peradaban lain yang ditawarkan kepada mereka. Tetapi bakat utama mereka terletak dalam penemuan, keahlian tehnik, kegiatan usaha, dan dalam bidang industri. Dalam pekerjaan besi, emas, gading, kaca, dan cat pewarna ungu, mereka dalam dunia kuno yang lalu tidak ada tandingannya.”

“..... Melalui kota-kota mereka mengalir banyak barang-barang dagangan dari Arab dan Timur yang sangat menguntungkan; dan pabrik-pabrik mereka itu terus sibuk memproduksi hasil-hasil mereka yang berupa barang-barang logam, kaca, dan cat pewarna ungu. Melalui lautan dan daratan mereka itu membuat perjalanan kemana-mana — yaitu misi-misi dagang — ahli-ahli penawaran dari Dunia Kuno yang lalu.” Essential Knowledge, The Phoenicians, vol. 1, pp. 69, 70.

Perintah yang berbunyi : “Minyak dan air anggur itu jangan kau rusakkan”, datang dari tengah-tengah tahta, yaitu dari Dia Yang Tiada Berkesudahan Hari-Nya, bukan dari pengendara

kuda itu.  Oleh sebab itu, maka kedua barang dagangan itu, minyak dan air anggur, bukan saja melambangkan sesuatu yang hanya dapat diciptakan oleh Allah, melainkan juga itulah yang Ia bertekad untuk melindungi karena orang-orang jahat hendak membinasakannya; sehingga dengan demikian perlu bagi-Nya untuk mengeluarkan perintah menghalangi siapapun yang mengganggu keduanya. Dan barang-barang dagangan kerohanian lain apakah yang sedemikian ini yang dapat dilambangkan oleh minyak dan air anggur pada masa yang tertentu itu — yaitu masa periode dari kuda hitam itu, kalau bukan melambangkan hasil-hasil yang dilahirkan oleh Alkitab pada waktu itu? Lagi pula, merupakan kenyataan yang diterima oleh hampir semua penyelidik Alkitab, bahwa “minyak” melambangkan kebenaran nubuatan, yaitu kebenaran yang memberi terang kepada masa depan, yang menerangi jalan orang yang membuat perjalanan (Mazmur 45 : 7; Zakharia 4 : 12); dan air anggur melambangkan bagian kebenaran yang membuat orang yang menerimanya itu gembira, membuat dia bertindak berbeda daripada sebelumnya (Yesaya 61 : 1 - 3).

Singkatnya, adalah jelas bahwa perintah yang berbunyi : “Minyak dan air anggur jangan kau rusakkan”, melarang orang mengganggu tulisan-tulisan Alkitab, kembali menunjukkan bahwa pemecahan meterai yang ketiga itu mengungkapkan periode dimana alfabet telah diciptakan dan dimana asal mulanya pengetahuan perdagangan datang; periode dimana Alkitab sedang ditulis, dan dimana bangsa yang satu mengalahkan bangsa yang lainnya; periode yang telah melahirkan Kerajaan-Kerajaan dunia.

Sebab itu, sementara sejarah Wasiat Lama berakhir dengan meterai yang ketiga, maka permulaan sejarah Wasiat Baru diungkapkan dalam

Lambang Dari Meterai Yang Keempat 

___ GAMBAR ___ 

“Maka setelah ia membuka meterai yang keempat aku dengar suara binatang yang keempat itu mengatakan, Marilah dan lihatlah. Maka aku tampak ada seekor kuda kelabu, dan orang yang duduk di atasnya itu Maut namanya, maka Neraka itu mengikutinya. Maka kuasa dikaruniakan kepada keduanya atas seperempat bumi untuk membunuh dengan pedang, dan dengan kelaparan, dan dengan kematian, dan dengan segala binatang yang di bumi.” Wahyu 6 : 7, 8.

Oleh karena kuda kelabu itu jatuh pada periode yang sama dengan binatang yang tak tergambarkan dari Daniel 7 : 7, 8 (Lihat halaman 27 - 29), yaitu periode berikutnya setelah meterai yang ketiga, maka dengan sendirinya terdapat kesamaan di antara keduanya. Memang, karena warnanya adalah lemah, kurang, tidak memiliki corak atau sifat tertentu

atau pasti, maka kuda itu dalam analisa yang terakhir adalah juga tak tergambarkan. Nyata sekali pengendara kuda kelabu itu adalah sama dengan dia yang berbicara melawan Yang Maha Tinggi itu, sama dengan dia yang akan menganiaya umat kesucian, “dan bermaksud untuk mengubah waktu dan hukum.” Daniel 7 : 25. Ia terlihat melambangkan puncak dari penyembahan berhala. Pemerintah Romawi kuno adalah cocok sekali dilambangkan oleh binatang yang tak tergambarkan itu, sebab dalam kebenaran tata usaha pemerintahannya adalah suatu campuran dari hukum-hukum sipil dan hukum-hukum agama, yaitu yang berasal dari ajaran-ajaran Kapir dan ajaran-ajaran Kristen. Tidak seorangpun dapat benar-benar menceritakan apakah pemerintahan Romawi itu pemerintahan Kapir atau Kristen, pemerintahan Yahudi atau bukan Yahudi.

Nama penunggang kuda itu, “Maut”, juga tepat cocok dengan roh aniaya dan kekejaman di zaman itu baik yang dimiliki orang-orang Yahudi maupun yang dimiliki oleh orang-orang Romawi. Sejarah dan nubuatan sama-sama menguatkan, bahwa kekuatan bawah tanah dari Romawi “telah menelan, menghancurluluhkan, dan memijak-mijak yang sisanya itu dengan kaki-kakinya.” Daniel 7 : 19.

Kebenaran yang berkenaan dengan “seperempat bumi” itu, atas mana kuasa telah diberikan kepada mereka “untuk membunuh dengan pedang, dan dengan kelaparan, dan dengan kematian, dan dengan segala binatang buas di bumi”, akan mudah ditemukan sebagai berikut : Dengan membagi angka 6000, yaitu tahun-tahun semenjak dari kejadian dunia sampai kepada permulaan seribu tahun yang akan datang, ke dalam empat bagian yang sama, menghasilkan 1500 tahun (“seperempat bagian”); pada akhir dari 1500 tahun itu kuasa itu akan menurun. Kembali, karena adalah benar bahwa pembantaian terhadap orang-orang suci itu dimulai bersamaan dengan penyaliban Kristus, maka sebab itu “seperempat

bagian bumi” ini dimulai semenjak saat itu, dan berakhir dengan “Pengakuan Augsburg”, yaitu sebuah dokumen yang disusun oleh Luther dan disampaikan pada Dewan Perwakilan Rakyat Augsburg kepada Raja Charles V, pada tahun 1530, — tepat 1500 tahun sesudah kebangkitan Kristus (mengingat bahwa sejarah Kristen adalah terhitung tiga setengah tahun lebih cepat), waktu itulah kuasa Romawi mulai menurun.

Pengurangan-pengurangan ini bahkan lebih dapat dipertanggung-jawabkan oleh terang dari kenyataan sejarah bahwa Protestan berperang melawan kelaliman, yang pada akhirnya telah mengakhiri penganiayaan itu. Demikianlah halnya bahwa bagian Injil yang dibicarakan ini telah digenapi pada tahun 1530 karena melemahnya kuasa-kuasa pembunuhan dengan pedang, dengan kelaparan, dengan kematian, dan oleh binatang-binatang buas, oleh gabungan Yahudi – Kapir dan Kristen – Kapir itu.

(Bagian dari nubuatan ini secara kebetulan meruntuhkan pendapat yang keliru yang mengatakan bahwa bumi ini sudah ada lebih dari 6000 tahun).

Sampai di sini ada baiknya supaya dicatat, bahwa sementara jumlah kuda-kuda itu empat ekor, melambangkan empat penjuru mata angin, maka jumlah meterai-meterai itu ada tujuh, menunjukkan kelengkapan Injil, pemeteraian orang-orang suci.

Setelah menyaksikan ungkapan kebenaran mengenai empat meterai yang pertama itu, maka kita sekarang akan menyelidiki 

Lambang Dari Meterai Yang Kelima. 

“Maka setelah Ia membuka meterai yang kelima aku tampak di bawah medzbah jiwa-jiwa dari mereka yang telah mati dibunuh karena Firman Allah dan karena kesaksian yang dipegangnya : maka mereka itu berseru dengan suara nyaring,

katanya, berapa lama lagi ya Tuhan yang suci dan benar, belum juga Engkau mengadili dan membalas semua darah kami ke atas mereka yang tinggal di bumi itu? Maka kepada masing-masing mereka itu dikaruniakan sehelai jubah putih; dan dikatakan kepada mereka, bahwa mereka harus beristirahat dalam sedikit masa lamanya sampai sesama hamba-hambanya pun dan saudara-saudara mereka yang akan dibunuh seperti mereka itu, kelak digenapi.” Wahyu 6 : 9 - 11.

 ___ GAMBAR ___

Kepastian bahwa jiwa-jiwa itu berteriak dari bawah medzbah, yaitu tempat dari mana kebenaran milik Allah disalurkan, memperjelas bahwa mereka itu dibunuh karena keteguhan mereka berpegang pada Firman Allah, dan bahwa karena kesetiaan mereka itu mereka telah dikaruniakan jubah-jubah putih — mereka dinilai pantas bagi hidup yang kekal. Bahwa mereka itu adalah orang-orang yang mati sahid dari masa periode sebelumnya, yaitu masa periode dari meterai yang keempat,

jelas terlihat dari kenyataan bahwa mereka itu sudah mati pada waktu meterai yang kelima dibuka.

Lagi pula, sesuatu medzbah menunjukkan pembaharuan kembali iman, yaitu reformasi. Itulah yang dimaksudkan kepada Nuh, Abraham, Ishak, dan Yakub dalam contoh mereka mendirikan medzbah-medzbah mereka (Kejadian 8 : 20; 12 : 8; 26 : 25; 35 : 14). Adanya jiwa-jiwa itu dibawah medzbah menunjukkan bahwa mereka telah mengorbankan hidup mereka karena sesuatu alasan yang sama dengan alasan yang dianut oleh para martir selama Reformasi Protestan. Maka pertanyaan, “Berapa lama lagi, Ya Tuhan, yang suci dan benar, belum juga Engkau mengadili?” juga jawabannya, “bahwa mereka harus beristirahat sedikit masa lamanya, sampai sesama hamba-hambanya pun dan saudara-saudara mereka yang akan dibunuh seperti mereka itu, kelak digenapi”, membuktikan dengan tegas bahwa aniaya dan mati sahid dari meterai yang keempat itu akan meliputi juga meterai yang kelima, dan bahwa Pengadilan orang mati itu (orang-orang yang mati sahid itu) tidak akan dimulai sebelum aniaya itu berakhir, tetapi bahwa kemudian ia itu akan pasti dimulai.

Urutan peristiwa-peristiwa sejarah ini kini membawa kita kepada masa dari peristiwa-peristiwa berikutnya, yaitu peristiwa yang diungkapkan dalam 

Lambang Dari Meterai Yang Keenam. 

“Maka aku tampak ketika Ia membuka meterai yang keenam, maka heran, terjadilah suatu gempa bumi yang besar; dan matahari menjadi hitam seperti suatu kain kabungan rambut, dan bulan menjadi seperti darah; dan bintang-bintang di langit berguguran ke bumi, bahkan seperti pohon ara meluruhkan buah-buahnya sebelum waktunya apabila ia itu digoncangkan angin yang kencang.” Wahyu 6 : 12, 13.

___ GAMBAR ___ 

Adalah salah satu dari kepercayaan-kepercayaan dasar Organisasi Gereja bahwa nubuatan-nubuatan dari meterai yang keenam itu mulai digenapi dengan gempa bumi Lisabon yang dahsyat yang terjadi pada 1 Nopember 1755. Menyusul gempa bumi itu, yaitu pada 19 Mei 1780, matahari telah digelapkan, dan bulan telah terlihat seperti darah pada malam berikutnya. Kemudian disusul “bintang-bintang berguguran”, yaitu hujan meteor yang hebat yang terjadi pada 13 Nopember 1833 (The Great Controversy, pp. 304 - 309; 333, 334).

Sambil memandang ke depan kepada semua pameran-pameran langit ini (tanda-tanda zaman itu), maka Yesus mengamarkan bahwa semuanya itu akan muncul

“segera sesudah kesengsaraan itu” berakhir (Matius 24 : 29). Dengan demikian, maka sementara perdamaian, peperangan-peperangan, perdagangan, naskah tulisan, dan aniaya, merupakan tanda-tanda zaman dan petunjuk mengenai lima meterai yang pertama, maka dalam cara yang sama gempa bumi itu, hari gelap, dan hujan meteor itu juga merupakan tanda-tanda zaman dan petunjuk mengenai meterai yang keenam.

Tetapi gangguan-gangguan menyeluruh ini berikut pameran-pameran langit yang terjadi di antara tahun 1755 dan tahun 1833 itu, di dalamnya sendiri pun, tampak merupakan ramalan-ramalan dari perkara-perkara yang akan jadi selama “hari Tuhan yang besar dan mengerikan itu.”  Sekiranya ini benar, maka gempa bumi itu membayangkan kegoncangan yang akan datang, yaitu penyaringan di antara bangsa-bangsa, seperti yang diramalkan oleh para nabi berikut ini:

“Bahwa sesungguhnya, nama Tuhan itu datang dari jauh, bernyala-nyala dengan murka-Nya, dan bebannya itu berat sekali; Bibir-Nya penuh dengan geram, dan lidah-Nya seperti suatu api yang memakan habis; dan nafas-Nya, seperti suatu aliran sungai yang meluap airnya, akan sampai ke tengah-tengah leher, untuk menyaring bangsa-bangsa dengan saringan kebinasaan; maka akan terdapat suatu kekang di dalam rahang orang banyak itu, yang membuat mereka itu keliru.” “Maka pohon-pohon cemara akan digoncangkan dengan amat sangat.” Yesaya 30 : 27, 28; Nahum 2 : 3.

Kegelapan matahari itu akan memperlihatkan berakhirnya Injil, yaitu berakhirnya masa kasihan, yaitu masa apabila orang “akan berlarian ke sana ke mari mencarikan Firman Tuhan, tetapi tidak akan menemukannya.” “Karena, sesungguhnya, kegelapan akan menutupi bumi, dan kegelapan yang pekat

menutupi orang banyak.” Amos 8 : 12; Yesaya 60 : 2.

 Bulan, digabungkan dengan matahari, merupakan suatu simbol yang cocok bagi sidang, yaitu perantara yang olehnya Firman Allah sebagai terang dunia dipantulkan. Berubahnya bulan menjadi seperti darah segera menyusul gelapnya matahari itu, sehingga menolak memantulkan terang, akan merupakan suatu pertanda yang tepat dari hal sidang mengakhiri tugas penyelamatannya, sehingga tidak perlu lagi memantulkan Terang Injil. Dan sidang itu sendiri tentunya pada waktu itu telah diisi dengan kehidupan yang kekal, telah dilepaskan dari kebinasaan seperti halnya anak-anak sulung di dalam rumah-rumah tinggal dimana ambang-ambang pintu mereka telah dilaburi darah korban pada sore hari Paskah di negeri Mesir itu.

Bintang-bintang yang berguguran itu merupakan tanda dari hari Tuhan yang besar dan mengerikan itu — yaitu hari dimana “segala langit ..... akan berlalu” (2 Petrus 3 : 10), hari dimana semua penghuninya akan dihancurkan, dan dimana Iblis berikut malaikat-malaikatnya, juga semua orang jahat di dalam sidang maupun di dunia, “akan berjatuhan seperti daun yang gugur dari pokok anggur, dan seperti suatu buah ara yang jatuh dari batangnya.” Yesaya 34 : 4.

Semua tanda-tanda ini berdiri tegak sebagai saksi-saksi yang setia bahwa meterai yang keenam, yaitu masa periode yang keenam itu akan menghantarkan hari Allah yang besar itu, yaitu murka Anak Domba itu.

“Maka langit itu menghilang seperti sebuah gulungan surat apabila ia itu tergulung; dan setiap gunung dan

pulau berpindah keluar dari tempat-tempatnya. Maka segala raja di bumi, dan orang-orang besar, dan orang-orang kaya, dan para panglima, dan orang-orang perkasa, dan setiap hamba, maupun setiap orang yang merdeka, sekalian mereka menyembunyikan dirinya di dalam gua-gua dan di dalam batu-batu gunung; sambil mengatakan kepada gunung-gunung dan batu-batu karang itu, Timpalah kami, dan sembunyikanlah kami dari wajah Dia yang duduk di atas tahta itu, dan dari murka Anak Domba itu : karena hari besar murka-Nya itu sudah tiba; maka siapakah yang dapat  tahan berdiri?” Wahyu 6 : 14 - 17.

Di dalam ayat-ayat ini digambarkan nasib, ketakutan, dan pikiran yang terpukul dari semua orang yang tidak mampu berdiri pada hari Pengadilan orang-orang hidup itu, yaitu hari Tuhan yang besar dan mengerikan itu — yaitu murka Anak Domba dalam  “masa kesusahan besar yang sedemikian itu belum pernah ada” (Daniel 12 : 1), yaitu hari sesudah munculnya “nabi Elia” contoh saingan itu (Maleakhi 4 : 5) — ya, hari dimana orang-orang yang tidak memakaikan dirinya dengan pakaian kawin akan dicampakkan keluar ke dalam kegelapan, untuk di sana mereka menggeretakkan giginya (Matius 22 : 11 - 13).

Juga di dalam Injil ini (Wahyu 6 : 14 - 17) Roh Kebenaran menyatakan, “dua kelompok akan dihadapkan ke depan. Kelompok yang satu membiarkan diri mereka disesatkan, lalu berpihak kepada orang-orang yang bertentangan dengan Tuhan. Mereka memutarbalikkan pengertian dari pekabaran-pekabaran yang telah dikirimkan kepada mereka, lalu memakaikan diri mereka dengan jubah-jubah kebenarannya sendiri.” Testimonies, vol. 9, p. 268.

Demikianlah halnya bahwa sementara empat meterai yang pertama itu membawa kita melewati masa-masa periode dari hari dimana perbuatan-perbuatan manusia akan dinyatakan,

maka tiga meterai yang terakhir itu akan membawa kita melewati hari Allah, yaitu hari dimana Kebenaran-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya akan dinyatakan.

Harus ada suatu puncak acara di dalam pekerjaan Pengadilan itu pada titik penting Firman Injil ini (Wahyu 6 : 14 - 17), bukanlah suatu rahasia. Dengan ditandai oleh peristiwa-peristiwa yang mengakhiri kuasa pemerintahan dosa, dan karena ini diinsyafi sekalipun oleh orang-orang berdosa itu sendiri, jelas merupakan suatu petunjuk yang sangat baik bahwa selama meterai yang keenam Pengadilan terhadap orang-orang mati berakhir, dan persiapan-persiapan bagi Pengadilan terhadap orang-orang hidup dimulai. Itulah “hari yang mengerikan itu” bagi orang-orang jahat.

Lagi pula, sementara tahap pertama Pengadilan itu berlalu dengan Wahyu pasal enam, maka tahap keduanya akan mulai dengan pasal tujuh; artinya, ia itu akan mulai dengan pemeteraian orang-orang suci yang hidup, buah-buah pertama itu. Itulah “hari besar” bagi orang-orang yang benar.

“Maka kemudian dari semua perkara ini aku tampak empat malaikat berdiri pada empat penjuru bumi, memegang empat angin di bumi, supaya jangan angin itu bertiup atas bumi, atau atas laut, atau pun atas pohon-pohon.”

“Maka aku tampak pula seorang malaikat lain yang naik dari sebelah timur, memegang meterai dari Allah yang hidup : maka ia berteriak dengan suara nyaring kepada empat malaikat itu, yang telah dikaruniakan kuasa untuk merusakkan bumi, dan laut, katanya, Janganlah merusakkan bumi itu, ataupun laut, ataupun pohon-pohon, sampai setelah kita memeteraikan hamba-hamba Allah kita pada dahi-dahi mereka. Maka aku dengar jumlah mereka yang dimeteraikan itu : dan di sana dimeteraikan seratus empat puluh empat ribu orang dari segala suku bangsa Israel.” Wahyu 7 : 1 - 4.

___ GAMBAR ___ 

Dari pengertian bahwa “empat angin itu” akan meniup dan empat malaikat itu

akan merusak segera setelah hamba-hamba Allah dimeteraikan, terlihat muncul “masa kesusahan” itu yang sedemikian itu belum pernah ada sebelumnya (Daniel 12 : 1).

Karena bergerak dari empat penjuru mata angin, maka angin-angin itu harus melambangkan sesuatu bentuk kekacauan yang meliputi seluruh dunia. Juga jelas sekali, bahwa peniupan angin-angin itu dan pengrusakan malaikat-malaikat itu, melambangkan dua bala tentara dalam pertikaian. Peniupan angin-angin itu tentunya merupakan amarah bangsa-bangsa melawan orang-orang suci; dan pengrusakan malaikat-malaikat itu tak diragukan lagi adalah hukuman Tuhan yang jatuh menimpa musuh-musuh-Nya. Dengan kata lain, malaikat-malaikat dan angin-angin itu bersama-sama melambangkan suatu persoalan di antara Allah dan bangsa-bangsa, yang melibatkan juga baik orang-orang suci maupun orang-orang berdosa. Memang benar, itulah hari Tuhan yang besar dan mengerikan itu.

Perbedaan di antara “sengsara besar, yang sedemikian itu belum pernah ada semenjak dari kejadian dunia” (Matius 24 : 21), dan “masa kesusahan, yang sedemikian itu belum pernah ada semenjak berdirinya sesuatu bangsa” (Daniel 12 : 1), ialah bahwa selama “sengsara besar” itu orang-orang suci dibunuh (Matius 24 : 21, 22), sedangkan selama “masa kesusahan” itu mereka akan diselamatkan (Daniel 12 : 1).

Bahwa ditahannya angin-angin itu oleh malaikat-malaikat itu bukan berarti mereka mencegah bangsa-bangsa dari peperangan di antara sesamanya, dibuat jelas oleh kenyataan bahwa angin-angin itu bukan ditahan supaya angin tidak menghantam angin (bangsa melawan bangsa), melainkan supaya mereka tidak merusakkan bumi, laut, dan pohon-pohon. Lagi pula, bahwa bangsa-bangsa dari utara

dan dari selatan, dari timur dan dari barat, telah terlibat dalam Perang Dunia I, dan juga dalam Perang Dunia II, walaupun mereka yang 144.000 itu belum juga dimeteraikan, merupakan suatu bukti lain yang tak dapat dibantah bahwa kekacauan yang diramalkan oleh tiupan angin-angin dan pengrusakan malaikat-malaikat itu, masih belum datang. Bahwa itu adalah suatu kekacauan yang menyeluruh di bumi akan kembali terlihat dalam kenyataan, bahwa angin-angin itu di satu pihak, dan malaikat-malaikat itu di lain pihak, akan sama-sama mengacaukan baik bumi maupun lautan.

Karena sudah merupakan suatu kesimpulan yang pasti, bahwa Setan menentang orang-orang suci, dan bahwa Tuhan menentang rombongan besar pembenci kebenaran dan pelaku kejahatan itu, maka masalah itu menjadi jelas : Bilamana dilepaskan, maka angin-angin itu akan menghantam “umat yang sisa” yang setia itu, yaitu mereka yang masih tertinggal sesudah bumi membuka mulutnya dan menelan “air bah itu”, yaitu “lalang-lalang” (Wahyu 12 : 16, 17); tetapi malaikat-malaikat yang disiagakan untuk merusak itu akan membunuh orang-orang yang berperang melawan umat yang sisa itu. Orang-orang yang nama-namanya tercatat di dalam kitab, akan “dilepaskan”. Daniel 12 : 1. Karena 144.000 hamba-hamba Allah itu masih belum juga dimeteraikan (belum ditutupi, dilindungi, diawasi, dan belum siap untuk berdiri bersama-sama dengan Anak Domba itu di atas Gunung Sion, melainkan masih bercampur dengan lalang-lalang), maka malaikat-malaikat itu diperintahkan untuk mencegah pertempuran itu.

Maka dari itu, bilamana pekerjaan pemeteraian ini selesai, maka malaikat-malaikat yang memegang angin-angin itu, akan membiarkan angin-angin itu bertiup,

dan malaikat-malaikat yang akan merusak bumi, laut, dan pohon-pohon itu, akan kelak memulai tugas mereka. Sebaliknya dikatakan, bahwa membiarkan angin-angin itu bertiup ialah mengijinkan kepada binatang yang bertanduk dua itu untuk mengeluarkan keputusan “bahwa seberapa banyak orang yang tidak mau menyembah patung binatang itu harus dibunuh” (Wahyu 13 : 15); dan membiarkan malaikat-malaikat itu merusak ialah mengijinkan keputusan perintah Tuhan untuk menjalankan ketentuannya yang berbunyi : “Jika seseorang menyembah binatang itu dan patungnya, dan menerima tandanya di dalam dahinya, atau di dalam tangannya, maka orang itu akan minum dari air anggur murka Allah, yang dituangkan tanpa campuran ke dalam cawan murka-Nya; dan ia akan disiksa dengan api dan belerang di hadapan malaikat-malaikat yang suci, dan di hadapan Anak Domba itu.” Wahyu 14 : 9, 10. Amaran ini disusul ramalan yang berbunyi :

“Empat malaikat itu dilepaskan, yaitu yang telah dipersiapkan untuk sejam, dan sehari, dan sebulan, dan setahun, untuk membunuh sepertiga dari manusia.” Wahyu 9 : 15.

Kedua keputusan itu akan dijalankan setelah mereka yang 144.000 itu dimeteraikan.

Di sini terlihat bahwa dari antara buah-buah pertama dari penuaian itu muncul 144.000 orang, yaitu hamba-hamba Allah bagi pekerjaan penghabisan penuaian yang besar itu. Mereka ini adalah orang-orang suci yang pertama yang pernah akan dibebaskan dari “lalang-lalang” yang di tengah-tengahnya. Bersiap-siaplah Saudara-Saudari, karena masa itu sudah dekat sekali.

Kita sudah dapat menyaksikan sekarang bahwa enam meterai yang pertama itu mengungkapkan suatu tahap kebenaran yang meliputi sejarah dunia semenjak dari zaman Adam terus

sampai kepada zaman kita sekarang. Tahap kebenaran ini mengungkapkan pemeteraian dari buah-buah pertama dan buah-buah kedua. Dari antara buah-buah pertama itu muncul mereka yang 144.000 itu — 12.000 orang dari masing-masing dua belas suku bangsa Israel. Sepanjang berabad-abad lamanya mereka itu berasal pertama sekali sebagai orang-orang keturunan Yakub (Jacobites) dan kemudian sebagai orang-orang Kristen. Sesudah mereka ini muncul buah-buah kedua, yaitu rombongan besar orang-orang yang berasal “dari segala bangsa.” Wahyu 7 : 9 - 17.

(Teori yang mengatakan bahwa orang-orang suci yang hidup pada kedatangan Tuhan akan hanya berjumlah 144.000 orang, adalah tak dapat dibenarkan karena kelak tidak ada sama sekali kesempatan bagi seorang pun untuk diselamatkan dari sesuatu bangsa lain selain dari para keturunan Yakub itu saja, bahkan dari para keturunan Abraham pun tidak, melainkan yang melalui Yakub saja. Dan juga, bahwa teori itu telah membuat sebutan “buah-buah pertama” itu menjadi sesuatu yang sia-sia saja, sebab ia itu tidak menganjurkan adanya buah-buah kedua.)

Yang tersisa dari Wahyu itu adalah terselubung di dalam 

Lambang Dari Meterai Yang Ketujuh. 

“Maka setelah Ia membuka meterai yang ketujuh itu, sunyi senyaplah di dalam sorga kira-kira setengah jam lamanya. Maka aku tampak tujuh malaikat yang berdiri di hadapan Allah itu; dan kepada mereka telah dikaruniakan tujuh buah trompet.”

“Maka datanglah seorang malaikat yang lain lalu berdiri pada sisi medzbah itu, sambil memegang sebuah perukupan emas; maka telah diberikan kepadanya banyak kemenyan, supaya ia mempersembahkan itu bersama-sama dengan doa-doa dari segala orang suci pada medzbah keemasan itu yang ada di hadapan tahta. Maka asap kemenyan, yang keluar bersama-sama dengan doa-doa dari segala orang suci itu, naiklah ke hadapan Allah dari tangan malaikat itu.”

“Maka malaikat itupun mengambil perukupan emas itu, lalu mengisinya dengan api dari medzbah itu, lalu mencampakkannya ke bumi : maka terdengarlah suara-suara, dan bunyi guruh, dan kilat, dan suatu gempa bumi. Lalu tujuh malaikat yang memegang tujuh trompet itu mempersiapkan diri untuk meniup.” Wahyu 8 : 1 - 6.

Sesaat setelah pameran-pameran Pengadilan itu — suara-suara “yang mengatakan, Suci, suci, suci, Tuhan Allah Yang Maha Kuasa”, guntur-guntur dan kilat-kilat, — berhenti untuk kira-kira setengah jam lamanya, yang menunjukkan dengan pasti bahwa sidang Pengadilan itu pada persidangannya yang pertama ditunda.

Kemudian menyusul, tujuh malaikat itu diberikan tujuh buah trompet. Sementara itu, malaikat yang berdiri di medzbah itu mempersembahkan doa-doa semua orang suci, diambilnya perukupan emas itu, diisinya akan dia dengan api dari medzbah itu, dan dicampakkannya ke bumi. Kemudian ialah bahwa api dari sorga itu, “guntur-guntur, dan kilat-kilat, dan suara-suara”, dengan mana persidangan Pengadilan yang pertama dibuka di dalam tempat kesucian sorga (Wahyu 4 : 5), turun ke bumi secara terbalik urutannya (suara-suara, guntur-guntur, kilat-kilat — Wahyu 8 : 5), dan terdapat suatu gempa bumi sebagai tambahan kepada semuanya itu.

Kemudian tujuh trompet itu berbunyi, satu menyusul yang lainnya. Pada peniupan trompet yang ketujuh (bukan pada pemecahan meterai yang ketujuh) terdengar “suara-suara besar”, yang mengatakan : “Kerajaan-kerajaan dunia menjadi kerajaan-kerajaan dari Tuhan kita, dan dari Kristus-Nya; maka Ia akan memerintah untuk selama-lamanya.” Wahyu 11 : 15.

Diam setengah jam di dalam sorga itu menghantarkan bunyi-bunyi itu turun ke bumi, dan pada peniupan trompet yang ketujuh genaplah rahasia Allah (Wahyu 10 : 7). Kemudian “kerajaan-kerajaan dunia ini menjadi kerajaan-kerajaan dari Tuhan kita.” Apakah arti semuanya ini? — Beginilah halnya :

Sebagaimana sudah kita lihat, diam setengah jam itu membagi kedua persidangan Pengadilan sebelum seribu tahun itu, yang satu bagi orang-orang mati dan yang lainnya bagi orang-orang hidup, dan api dari medzbah sorga itu, suara-suara, kilat-kilat, dan guntur-guntur, turun ke bumi. Semua kenyataan ini berikut sejumlah ayat-ayat Injil yang membicarakan masalah itu, disamping Wahyu yang tersisa, yaitu pasal-pasal sesudah pemecahan meterai yang ketujuh, membuktikan bahwa Pengadilan orang-orang hidup, pembersihan kaabah di bumi, adalah sesuatu yang akan berlaku di bumi, bukan hanya di sorga!

Tuhan menyatakan : “Tengoklah, Aku akan mengirim utusan-Ku, dan ia akan mempersiapkan jalan di hadapan-Ku : maka Tuhan, Yang kamu cari itu, akan datang secara tiba-tiba ke kaabah-Nya, ..... Tetapi siapakah yang dapat tahan menghadapi hari kedatangan-Nya itu? dan siapakah yang kelak berdiri apabila kelihatanlah Ia? karena Ia adalah bagaikan api pembersih, dan seperti sabun binara.” Maleakhi 3 : 1, 2.

Benar, tugas dari sidang Pengadilan yang kedua itu meliputi juga tempat kesucian di bumi, yaitu sidang. Pada waktu itu “api” milik Tuhan berada “di Sion, dan dapur api-Nya di Yerusalem.” Yesaya 31 : 9.

“Maka banyak bangsa akan datang, dan mengatakan, Datanglah, dan marilah kita naik ke gunung Tuhan, dan ke rumah Allah Yakub itu; maka Ia akan mengajarkan kepada kita segala jalan-Nya, dan kita akan berjalan di dalam jalan-jalan-Nya : karena hukum akan terbit dari Sion, dan firman Tuhan dari Yerusalem.”

“Maka Ia akan mengadili di antara banyak umat, dan Ia akan menghukum bangsa-bangsa yang kuat yang dari jauh; maka mereka akan menempa pedang-pedangnya menjadi mata bajak dan segala tombaknya menjadi sabit : bahwa bangsa tidak akan menghunus pedang melawan bangsa, dan tiada lagi mereka itu belajar berperang. Melainkan mereka akan duduk masing-masingnya di bawah pokok anggurnya dan di bawah pokok aranya, dan tidak seorangpun kelak akan menakut-nakuti mereka itu : karena mulut Tuhan serwa sekalian alam telah membicarakannya.” Mikha 4 : 2 - 4.

“.....kemudian Ia akan duduk di atas tahta kemuliaan-Nya; dan di hadapan-Nya akan berhimpun segala bangsa; maka Ia akan memisahkan mereka itu satu daripada lainnya, seperti halnya seorang  gembala memisahkan domba-dombanya dari antara kambing-kambing : maka Ia akan menaruh domba-domba itu pada sebelah kanan-Nya, tetapi kambing-kambing itu pada sebelah kiri. Kemudian Raja itu akan mengatakan kepada mereka pada sebelah kanan-Nya, Marilah kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, warisilah Kerajaan yang telah disediakan bagimu semenjak dari permulaan dunia .....”

“Kemudian Ia akan mengatakan juga kepada mereka pada sebelah kiri, Enyahlah kamu daripada-Ku, hai kamu yang terkutuk, masuklah ke dalam api yang kekal, yang telah disediakan bagi Iblis dan malaikat-malaikatnya.” Matius 25 : 31 - 34,  41.

“Maka kerajaan dan pemerintahan, dan kebesaran kerajaan itu di bawah seluruh langit, akan dikaruniakan kepada umat orang-orang suci dari Yang Maha Tinggi, yaitu Yang Kerajaan-Nya ialah suatu kerajaan yang kekal, dan semua pemerintahan akan melayani dan mematuhi Dia. Sampai di sinilah perkara itu berakhir .....” Daniel 7 : 27, 28.

Semua perkara ini menunjukkan dengan pasti masa dimana “setiap orang akan membuang berhala-berhala peraknya, dan berhala-berhala emasnya”, yaitu perkara yang menyebabkan kejatuhan “orang-orang Assyria”, kuasa yang memerintah atas Yerusalem pada waktu Allah melepaskan umat-Nya (Yesaya 31 : 7, 8).

Oleh sebab itu kebenaran itu adalah bebas gangguan; bahwa di antara Pengadilan orang-orang mati dan Pengadilan orang-orang hidup terdapat diam setengah jam itu, yaitu waktu yang dipakai untuk mengakhiri sidang Pengadilan yang pertama, dan dalam persiapan bagi persidangan yang kedua.

Sisa ayat-ayat dari pasal 8 itu, juga pasal 9 - 11, memberikan suatu gambaran dari hal tujuh trompet, penyajian selengkapnya akan ditemukan di dalam buku : “Amaran Terakhir”, Traktat No. 5.

Kita sekarang dibawa ke Wahyu pasal 12 yang membicarakan

SIDANG YANG ABADI DAN MUSUHNYA 

Yang pertama dari sekaliannya ini yang akan masuk ke dalam pemeriksaan di hadapan Tahta Pengadilan itu ialah sidang yang abadi itu.

“Maka kelihatanlah di langit suatu keajaiban yang besar; yaitu seorang perempuan berpakaikan matahari, dan bulan berada di bawah kakinya, dan di kepalanya bermahkotakan dua belas bintang:

“Dan ia sedang mengandung dan berteriak sebab sakit dan sengsara hendak melahirkan.

“Maka kelihatanlah suatu keajaiban yang lain pula di langit, dan lihatlah seekor naga merah besar, berkepala tujuh dan bertanduk sepuluh, dan di kepalanya bermahkota tujuh.”

“Dan ekornya menyeret sepertiga bintang-bintang di langit, lalu dicampakkannya ke bumi; maka berdirilah naga itu di hadapan perempuan yang hendak melahirkan itu, supaya segera setelah anak itu lahir naga itu akan menelan anaknya itu.”

“Maka ia melahirkan seorang anak laki-laki, yang akan memerintah segala bangsa dengan sebuah tongkat besi : maka anaknya itupun disambar dan dibawa kepada Allah, dan kepada tahta-Nya.”

“Maka perempuan itu pun larilah ke dalam padang belantara, dimana ada suatu tempat disediakan Allah baginya, supaya mereka memeliharakannya seribu dua ratus enam puluh hari lamanya.” Wahyu 12 : 1 - 6.

Adalah jelas terlihat bahwa “perempuan” ini berpakaikan matahari dan telah diserang oleh naga itu sebelum anaknya, Kristus, lahir; bahkan bertahun-tahun lamanya sebelum sidang Kristen dan Injil muncul. Jadi, untuk mengatakan bahwa perempuan itu melambangkan sidang Wasiat Baru yang berpakaikan Injil Kristus, benar-benar adalah teori yang tidak berdasar dan juga tidak masuk akal, sama seperti mengatakan

___ GAMBAR ___

bahwa ayam ditetas sebelum ada telur.

“Berpakaikan matahari”, perempuan itu tentunya adalah sidang Allah yang abadi, yang berpakaikan Terang dari Sorga, yaitu Alkitab. “Firman-Mu”, demikian kata Pemazmur, “adalah ..... sebuah terang bagi jalanku.” Mazmur 119 : 105.

Bulan sebagaimana kita ketahui adalah perantara oleh mana sinar matahari dipantulkan sehingga malam

diterangi. Karena berada di bawah kaki perempuan itu, maka itu adalah lambang yang tepat mengenai masa periode sebelum Alkitab muncul, yaitu masa periode semenjak dari kejadian dunia sampai kepada Musa. Tahap dari simbol ini menunjukkan dengan pasti, bahwa perempuan itu muncul dari masa periode dimana Firman Allah, “matahari”, dipantulkan secara tidak langsung, telah diteruskan dari bapa kepada anak, dan bahwa perempuan itu sedang memasuki masa periode dimana ia disalutkan dengan Terang Allah, yaitu Alkitab.

Lagi pula, ia sedang mengandung pada waktu ia berpakaikan matahari, dan bulan berada di bawah kakinya. Hal ini sendiri memperlihatkan secara pasti, bahwa pada waktu munculnya ia melambangkan sidang setelah sidang memperoleh janji untuk melahirkan Juruselamat dunia, “bayi laki-laki itu, Yang akan memerintah segala bangsa dengan sebuah tongkat besi.” Ia “telah disambar dibawa kepada Allah, dan kepada tahta-Nya.” Ia tentunya adalah Kristus, Tuhan itu.

Dua belas bintang yang merupakan mahkota perempuan itu, jelas sekali memperlihatkan pemerintahan Allah di bumi, yaitu kekuasaan kumulatif milik sidang — yang dipunyai oleh dua belas kepala suku, yang dipunyai oleh dua belas suku bangsa, yang dipunyai oleh dua belas rasul-rasul, dan yang dipunyai oleh 12.000 orang dari masing-masing dua belas suku bangsa Israel (mereka yang 144.000 itu).

Perlu juga diperhatikan, bahwa perempuan itu menggambarkan sidang Allah yang abadi sementara dalam peperangan melawan musuhnya.

“Maka kelihatanlah suatu keajaiban yang lain pula di langit, dan lihatlah seekor naga merah besar, berkepala tujuh dan bertanduk sepuluh, dan di kepalanya

bermahkota tujuh. Dan ekornya menyeret sepertiga bintang-bintang di langit, lalu dicampakkannya ke bumi; maka berdirilah naga itu di hadapan perempuan yang hendak melahirkan itu, supaya segera setelah anak itu lahir naga itu akan menelan anaknya itu.” Wahyu 12 : 3, 4.

Jika penyelidik Kebenaran yang diilhami Sorga hendak mengetahui objek pelajaran yang diajarkan oleh simbol ini, maka sekarang ia harus mencatat dengan seksama pengertian yang dibawa oleh tanduk-tanduk yang tak bermahkota dari naga itu dan kepala-kepalanya yang bermahkota itu. Juga, jika penyelidik Kebenaran hendak mengambil manfaat dari apa yang diajarkan oleh Firman, maka ia harus sepenuhnya menyadari bahwa baik kata-kata Firman yang sebelumnya maupun kata-kata Firman yang berikutnya dan pertimbangan-pertimbangan yang masuk akal harus diperhatikan.

Untuk memulai, karena tanduk-tanduk naga itu adalah sekelompok tanduk yang berjumlah sepuluh, sekaliannya itu harus menggambarkan semua raja-raja atau kerajaan-kerajaan yang ada kemudian, sama seperti halnya sepuluh jari kaki dari patung besar Daniel pasal 2, dan juga sepuluh tanduk dari binatang Daniel pasal 7, yang melambangkan raja-raja atau kerajaan-kerajaan yang ada di seluruh dunia dalam masa-masa periode mereka masing-masing.

Juga janganlah diabaikan akan kenyataan, bahwa semua tanduk, kepala-kepala, dan mahkota-mahkota itu, terdapat di sana bergabung bersama-sama pada waktu naga itu berdiri siap “hendak menelan Anaknya.” Tepatlah seperti yang diungkapkan oleh simbol itu, bahwa sekaliannya itu melambangkan suatu gabungan dari dua kelompok yang terkenal dan terpisah (tanduk-tanduk dan kepala-kepala), keduanya berada pada waktu yang sama, bukan yang satu menyusul yang lainnya. Baiklah juga untuk diingat, bahwa walaupun tanduk-tanduk dapat bertumbuh dan gugur, kepala-kepala tidaklah demikian.

Petunjuk Bagi Interpretasi Yang Benar Terhadap

Tanduk-Tanduk dan Kepala-Kepala Simbolis Itu 

Karena tanduk-tanduk naga itu tidak bermahkota, maka sekaliannya itu harus menggambarkan suatu jenis pemerintah-pemerintah yang sama dengan yang dilambangkan oleh tanduk-tanduk yang tak bermahkota dari binatang Daniel yang keempat, dari kambing jantan dan domba jantannya, dan dari binatang Yohanes yang merah kermizi dan binatang yang bertanduk dua itu; artinya, tanduk-tanduk naga yang tak bermahkota itu menunjukkan sesuatu jenis penguasa-penguasa yang tidak bermahkota, sama seperti yang ditunjukkan oleh tanduk-tanduk tak bermahkota dari setiap binatang-binatang simbolis itu. Sebagai contoh, sepuluh tanduk yang tak bermahkota dari binatang Daniel yang keempat itu, oleh malaikat dijelaskan, melambangkan raja-raja yang masih akan bangkit dari Kekaisaran Romawi, yang masih akan mengambil mahkota-mahkota mereka. Tetapi kemudian, setelah penguasa tanduk-kepala itu kehilangan kuasanya dan setelah raja-raja yang dalam khayal itu menerima Kerajaan-kerajaan mereka, maka mereka kemudian dilambangkan dengan tanduk-tanduk yang bermahkota, yaitu oleh tanduk-tanduk dari binatang yang menyerupai harimau kumbang (Wahyu 13), lambang dari dunia sesudah keruntuhan Romawi.

Kembali, sepuluh tanduk tak bermahkota dari binatang merah kermizi (Wahyu 17), yaitu binatang yang akhirnya menggantikan binatang yang menyerupai harimau kumbang itu, menggambarkan raja-raja yang “masih belum menerima kerajaan, tetapi mereka menerima kuasa seperti raja-raja satu jam lamanya bersama dengan binatang itu.” Wahyu 17 : 12. Dengan kata lain, karena tidak memiliki kerajaannya sendiri selama Babil menunggangi (memerintah) binatang itu untuk satu “jam” lamanya, maka tanduk-tanduk itu dengan sendirinya tidak bermahkota.

Oleh karena sepuluh tanduk ini muncul sebagai suatu kelompok, maka mereka melambangkan penguasa-penguasa yang sejaman. Apabila tanduk-tanduk

___ GAMBAR ___ 

melambangkan penguasa-penguasa yang ada satu menyusul yang lainnya, maka Ilham tidak gagal untuk menunjukkan dengan memperlihatkan berapa tanduk yang muncul dan tanduk-tanduk lainnya yang berguguran. Sebagai contoh, tiga buah dari

___ GAMBAR DANIEL 8 ___ 

tanduk-tanduk binatang Daniel yang keempat telah ‘tercabut sampai dengan akar-akarnya’, dan sebagai gantinya muncul sebuah tanduk-kepala yang terkenal. Sama halnya, sewaktu tanduk besar dari kambing jantan itu patah, maka telah muncul empat buah mengambil

tempatnya, dan sebuah lagi yang kelima, yaitu tanduk yang sangat besar yang menyusul kemudian (Daniel 7 dan 8). Kemudian juga, bahkan binatang-binatang itu sendiri, bahwa dalam menggambarkan dunia di dalam masing-masing masa periodenya, sekaliannya telah keluar dari laut yang satu menyusul yang lainnya.

Demikianlah semua simbolisasi Ilahi memperlihatkan kekuasaan-kekuasaan secara tepat sesuai masa dan peristiwa-peristiwa yang menyebabkan mereka itu muncul atau menghilang, sesuai keadaan permasalahannya.

Dengan kata lain, bilamana penguasa yang satu berbeda daripada yang lainnya, dan bilamana mereka berada atau tidak berada pada waktu yang sama, maka Ilham tidak pernah mengabaikan untuk membuatkan perbedaannya. Jika sekiranya Ilham mengabaikan berbuat demikian itu, maka bayangkanlah betapa tidak logisnya, betapa tidak pantasnya, betapa tidak konsisten dan tidak dapat dimengerti ajaran-ajaran Ilham itu, dan betapa sia-sia bagi setiap orang kalaupun mencoba untuk mengetahui kebenaran yang sesungguhnya. Kepintaran manusia telah mendemonstrasikan ketidak-mampuannya sendiri untuk mengartikan rahasia-rahasia Firman Allah, walaupun rahasia-rahasia itu sama sempurna digambarkan seperti yang dapat digambarkan oleh Allah sendiri. Sebenarnya, makin jauh seseorang oleh prakarsanya sendiri mencoba menjelaskan rahasia-rahasia Allah, maka makin jauh pula ia dari kebenaran yang ia bawa.

Lagi pula, adalah tidak mungkin bahwa Ilham secara tidak logis mau mengelompokkan dua unsur yang berbeda (mereka yang digambarkan oleh tanduk-tanduk dan mereka yang digambarkan oleh kepala-kepala) itu untuk melambangkan suatu bentuk pemerintahan. Juga adalah tidak mungkin bahwa Ilham mau mengelompokkan tanduk-tanduk dan kepala-kepala bersama-sama menjadi satu jika keduanya tidak benar-benar berada pada waktu

yang sama. Ilham tidak akan sedemikian meragukan kata-katanya, lalu tetap mengharapkan dari kita untuk memahami ajaran-ajaran-Nya, untuk mengetahui bagaimana menginterpretasikan lambang-lambang-Nya dan kapan mengharapkan peristiwa-peristiwa yang sebenarnya itu akan jadi. Maka bagaimana logiskah ia itu kelak jika sekiranya penguasa-penguasa yang dilambangkan oleh tanduk-tanduk dan penguasa-penguasa yang dilambangkan oleh kepala-kepala itu tidak berubah-ubah dalam tabiat sama seperti halnya tanduk-tanduk dan kepala-kepala yang sesungguhnya?

Dari hal apa yang ditandai oleh kepala-kepala itu, Ilham sendiri merupakan satu-satunya sumber informasi, maka kita kembali pergi kepada nubuatan Daniel pasal 7. Di sana terlihat, bahwa tanduk kecil dari binatang yang keempat itu, yang memiliki mata dan mulut “manusia”, sesungguhnya adalah suatu ‘tanduk-kepala’ — yaitu suatu gabungan dari dua unsur yang terpisah. Dan karena ia itu merupakan simbol dari pemerintahan Gereja dan Negara (suatu kombinasi dari kekuasaan-kekuasaan sipil dan agama selama Abad-Abad Pertengahan), maka itu tanpa ragu-ragu menunjukkan, bahwa sementara bagian tanduk melambangkan tahap pemerintahan sipil, bagian kepala melambangkan tahap pemerintahan agama — juga masuk akal, sebab agama akan menjadi otak dari setiap pemerintahan. Lagipula, pemerintahan-pemerintahan sipil pada dasarnya didirikan di atas pemerintahan-pemerintahan gereja. Dengan demikian simbol itu jelas mengandung arti bahwa suatu pemerintahan Atheis (tidak ber-Tuhan) adalah kira-kira sama baiknya seperti setiap tanduk yang lepas dari kepalanya. Yang sedemikian ini dapat pula dibandingkan dengan seekor ayam yang tanpa kepala : Dalam keadaannya, ayam yang tak berkepala itu melompat-lompat dengan kekuatan penuh, tetapi ia tidak mengetahui kemana ia sedang berjalan, dan ia itu hidup hanya beberapa menit saja.

Lagi pula, pemerintahan yang mengikuti kekuasaan sipil telah dikeluarkan dari pembentukan agama-politik pada Abad-Abad Pertengahan, ini dikemukakan di dalam lambang binatang yang menyerupai harimau kumbang (yaitu binatang yang secara berurutan menyusul dalam garis lambang-lambang binatang). Di dalamnya pemerintahan-pemerintahan agama-politik yang telah bubar diperlihatkan oleh perantaraan suatu kepala biasa yang terluka, yaitu suatu sistem agama tanpa kekuasaan sipil, ia yang menderita karena suatu pukulan yang mematikan — yang jelas dari pukulan itu yang telah membuang keluar kekuasaan sipilnya.

Dari semua pertimbangan ini dapatlah secara khusus dicatat, bahwa dalam semua peristiwa dimana binatang-binatang simbolis yang memiliki baik tanduk-tanduk maupun kepala-kepala, maka kepala-kepala itu dalam setiap peristiwa melambangkan badan-badan agama, yaitu badan-badan yang berurusan dengan perkara-perkara Allah, yang mungkin akan mencampuradukkan perkara-perkara Allah yang suci dengan perkara-perkara biasa dunia ini. Nama hojat di atas kepala-kepala binatang yang menyerupai harimau kumbang itu, menelanjangi mereka itu karena keterlibatan mereka dengan dosa itu.

Dan sekarang, sambil meneruskan dengan pokok masalah ular naga itu, dapatlah jelas dilihat bahwa supaya konsistensi itu dapat tetap dipertahankan, maka interpretasi Alkitab mengenai kepala-kepala dan tanduk-tanduk dari naga itu harus sama, yaitu yang pertama adalah badan-badan agama, dan yang kedua ialah pemerintahan-pemeritahan sipil. Dan berapa banyakkah dari mereka itu yang dilukiskan oleh tanduk-tanduk dan kepala-kepala dari ular naga itu? — Semua pemerintahan sipil dan semua badan agama pada masa yang tertentu. Bagaimanakah kita dapat mengetahui ini? — Sebab ada terdapat sepuluh tanduk

dan tujuh kepala yang bermahkota, dan karena angka Alkitab “sepuluh” menunjukkan keseluruhan, dan angka “tujuh” menunjukkan kelengkapan. (Lihat Traktat No. 3, Pengadilan dan Penuaian, hal. 167-169).

Dari contoh-contoh yang disebutkan di atas, kita sudah menyaksikan bahwa masanya sudah tiba bagi semua penyelidik Alkitab yang setia, yaitu semua penyelidik yang menyelidiki Kebenaran yang menyelamatkan untuk menginsyafi, bahwa Ilham tidak pernah melakukan sesuatu yang sia-sia atau sembrono. Pekerjaannya senantiasa disusun dengan tepat, selalu bergantung pada nilai yang nyata, dan tegas di luar perbaikan.

Juga, adalah suatu kenyataan yang sudah dikenal, bahwa mahkota-mahkota selalu melambangkan kekuasaan raja. Dan karena sekaliannya itu terlihat pada kepala-kepala naga itu, bukan pada tanduk-tanduknya, maka dapatlah khusus dicatat bahwa sementara ular naga itu memerintah baik dunia sipil maupun dunia agama, namun yang dimahkotainya adalah dunia agama.

Dengan kata lain, gereja memegang tongkat kerajaan; gereja duduk di atas tahta ular naga itu. Dan dari kenyataan bahwa angka dari tanduk-tanduk naga itu melambangkan keseluruhan dan angka kepala-kepalanya yang bermahkota itu melambangkan kelengkapan, berpasangan dengan kenyataan bahwa baik gereja Yahudi maupun orang-orang Romawi telah menganiaya Tuhan, menunjukkan bahwa naga itu secara keseluruhan melambangkan suatu dunia keimamatan Setan yang lengkap, sehingga Setan telah berhasil membuat dunia menjadi tawanannya.  Sebagai pemenang atas dunia dengan bersenjatakan tanduk-tanduk dan kepala-kepala, ia menggerakkan Herodes untuk membunuh anak-anak yang baru lahir segera setelah diketahuinya akan kelahiran Kristus. Ini dilakukannya dengan

harapan untuk membinasakan Juruselamat, yaitu dengan menelan anak itu dan dengan demikian itu dapat mempertahankan kerajaannya sendiri secara abadi. Demikian inilah keadaan dunia pada kedatangan Kristus yang pertama dahulu, dan demikianlah telah memungkinkan sidang untuk menyalibkan Tuhan, untuk melempari Stefanus dengan batu, untuk memenggal kepala orang-orang lainnya, tetapi tetap dapat meloloskan diri dari sanksi-sanksi hukum penguasa-penguasa sipil di waktu itu.

Karena alasan inilah Anak Manusia, Penebus dunia itu, telah datang tepat pada waktu-Nya. Walaupun demikian, untuk mempertahankan kerajaan setannya itu naga itu telah menunggu-nunggu dengan sabar dan dengan seksama telah menantikan kedatangan Juruselamat dunia yang dijanjikan itu. Demikianlah halnya, bahwa sementara sidang Allah yang abadi itu mengandung anaknya, dan berteriak kesakitan hendak melahirkan, ular naga itu dengan tujuh kepalanya yang bermahkota dan sepuluh tanduk itu, berdiri siap untuk menelan anak itu segera setelah Ia lahir.

Kemurtadan yang sedemikian ini pulalah yang telah menguasai dunia di zaman Nuh, sehingga perlu bagi Tuhan untuk melakukan sesuatu untuk menyelamatkan dunia. Untuk kepentingan umat manusia, maka Khalik telah mengirimkan air bah itu mengakhiri segala kejahatan. Dalam cara yang sama kemurtadan yang hebat orang-orang Yahudi di zaman kedatangan Kristus yang pertama itu, telah menuntut suatu bencana yang lain lagi yang sama kehancurannya dengan ngerinya air bah untuk kembali menghapuskan segala kejahatan. Tetapi, jika bukan karena alasan lain daripada mempertahankan janji-Nya yang tak pernah gagal itu kepada hamba-Nya Nuh yang setia, maka Allah tidak akan sedemikian ini menghancurkan dunia pada kedua kalinya. Maka demikian itulah Ia telah mengutus Putera-Nya untuk mati menggantikan

dunia. Dalam terang inilah, betapa makin cerahnya terpampang untuk seterusnya misi Juruselamat itu daripada sebelumnya! Oleh kematian-Nya Ia benar-benar menyelamatkan dunia dari kehancuran pada waktu itu, dan oleh kebangkitan-Nya Ia telah memungkinkan dunia kembali berdiri pada hari ini.

“Dan ekornya menyeret sepertiga bintang-bintang di langit, lalu dicampakkannya ke bumi; maka berdirilah naga itu di hadapan perempuan yang hendak melahirkan itu, supaya segera setelah anak itu lahir naga itu akan menelan anaknya itu…..”

“Maka terjadilah peperangan di dalam sorga : yaitu Mikhael dan malaikat-malaikat-Nya berperang melawan naga itu; dan naga serta segala malaikatnya pun berperanglah, tetapi naga dan malaikat-malaikatnya itu tiada menang; dan tempatnyapun tidak ada lagi di dalam sorga.”

“Maka tercampaklah naga besar itu, yaitu ular tua, yang dinamakan Iblis dan Setan itu, yang telah menyesatkan segala isi dunia : bahkan ia sudah dicampakkan ke bumi dan segala malaikatnya itupun sudah tercampak juga sertanya.”

“Maka apabila naga itu melihat, bahwa dirinya sudah tercampak ke bumi, maka ia pun menganiaya perempuan itu yang telah melahirkan anak laki-laki itu.” Wahyu 12 : 4, 7 - 9, 13.

Di sini digambarkan dua “pencampakan” yang berbeda. Tandailah, bahwa dalam contoh peristiwa yang pertama naga itu menyeret malaikat-malaikat itu dengan ekornya. Tetapi, anda akan heran, mengapa tidak dengan kuku-kukunya? — Karena yang sedemikian ini hanya akan menunjukkan secara salah, bahwa Setan berhasil mengalahkan Tuhan, sehingga akhirnya ia akan menyeret sepertiga malaikat-malaikat itu keluar dari sorga. Tetapi karena ia menyeret mereka itu dengan ekornya, maka arti yang sebenarnya adalah jelas — bahwa sepertiga malaikat-malaikat itu ternyata telah mengikuti dia secara suka rela. Mereka itu bergantungan pada ekornya, demikianlah misalnya, sementara ia membawa mereka. “Mereka itu berbalik dari Bapa

dan dari Anak-Nya, lalu menggabungkan diri dengan penghasut pendurhakaan itu.” Testimonies, vol. 3, p. 115. Naga itu telah membujuk malaikat-malaikat itu, dan mereka telah mengikuti dia dari sorga turun ke bumi, dimana ia telah berusaha untuk menelan Kristus.

Peristiwa di dalam ayat 4 ini, naga itu menyeret ke bawah bintang-bintang itu, telah mendahului peristiwa dari ayat 9, yaitu Tuhan mencampakkan ke bawah naga itu. Peristiwa yang pertama terjadi sebelum Tuhan lahir, dan peristiwa yang kedua terjadi sesudah kebangkitan-Nya. Ini dinyatakan di dalam paragraf-paragraf berikut ini :

Di zaman Ayub Setan masih berkesempatan masuk ke sorga, karena kepada kita diceritakan bahwa “..... ada sesuatu hari  sewaktu anak-anak Allah datang hadir di hadapan Tuhan, maka Setan telah datang juga di antara mereka. Maka firman Tuhan kepada Setan, Dari manakah engkau datang? Kemudian jawab Setan kepada Tuhan, dan mengatakan, Dari berjalan-jalan pergi datang di bumi, dan dari berjalan-jalan di atasnya.” Ayub 1 : 6, 7.

Jadi Setan bukanlah dicampakkan keluar dari sorga segera sesudah ia mendurhaka atau bahkan sewaktu ia membuat Adam dan Hawa berdosa. Sebaliknya itu harus jadi sesudah zaman Ayub. Tetapi untuk menentukan dengan tepat kapan waktunya, maka kita harus membaca ayat 13 : “Maka apabila naga itu melihat, bahwa dirinya sudah tercampak ke bumi, maka ia pun menganiaya perempuan itu yang telah melahirkan anak laki-laki itu.” Oleh sebab itu ia telah dicampakkan keluar sebelum ia pergi menganiaya sidang. Ini dilakukannya pada “waktu terjadi suatu aniaya

besar terhadap sidang yang di Yerusalem; maka mereka itu semuanya telah dicerai-beraikan keluar ke seluruh daerah Yudea dan Samaria, terkecuali para rasul-rasul.” Kisah Para Rasul 8 : 1. Kenyataan ini kembali dikeluarkan oleh Roh Nubuat sebagai berikut :

Dengan kemenangan Tuhan telah dibawa kepada Allah dan kepada tahta-Nya. ”..... semua berada di sana untuk menyambut Juruselamat. Mereka semua rindu dengan sepenuh hati untuk merayakan kemenangan-Nya dan untuk memuliakan Raja mereka. ..... Ia menyampaikan kepada Allah ikatan gandum timangan, yaitu orang-orang yang telah bangkit bersama-sama dengan-Nya sebagai wakil-wakil dari rombongan besar orang banyak itu yang kelak akan muncul keluar dari kubur pada kedatangan-Nya yang kedua kali. ..... Suara Allah terdengar memberitakan bahwa keadilan telah dipuaskan. Setan telah dikalahkan. Jerih payah Kristus, orang-orang yang berjuang di bumi telah “disambut di dalam Yang Kekasih itu.” Di hadapan malaikat-malaikat sorga dan di hadapan wakil-wakil dari dunia-dunia yang tidak jatuh, mereka dinyatakan dibenarkan.”

“Setan melihat bahwa selubung penipuannya telah dibongkar. Cara kerjanya telah ditelanjangi di hadapan malaikat-malaikat yang tidak jatuh itu dan di hadapan seluruh alam semesta. Ia telah mengungkapkan dirinya sendiri sebagai seorang pembunuh. Oleh mencurahkan darah Anak Allah, maka ia telah mencabut dirinya sendiri dari simpati mahluk-mahluk sorga. Sejak saat itu, pekerjaannya dibatasi. Sikap apa pun juga yang ia gunakan, ia tidak lagi dapat menunggui malaikat-malaikat seperti pada waktu mereka itu keluar dari ruangan-ruangan sorga, dan ia tidak lagi dapat di hadapan mereka itu menuduh-nuduh saudara-saudara dari Kristus karena berpakaikan jubah-jubah hitam

dan kenajisan dosa. Hubungan simpati yang terakhir antara Setan dan dunia sorga terputuslah sudah.” The Desire of Ages, pp. 833, 834, 761.

Sesungguhnya, setelah menyadari bahwa ia telah mengakhiri kehadirannya untuk berulang kali menuduh-nuduh saudara-saudara di dalam sorga, dan setelah mengetahui bahwa tempat tinggalnya di bumi pun akan sangat singkat, maka : 

Setan Telah Terbuang Ke Bawah Dengan Marah Besar. 

Sesudah naga itu dicampakkan ke bawah, maka Yohanes mendengar suatu bunyi suara besar yang mengatakan di dalam sorga :

“Sekarang tibalah keselamatan, dan kekuatan, dan kerajaan dari Allah kita, dan kuasa dari Kristus-Nya, karena sudah tercampak ke bawah penuduh saudara-saudara kita itu, yang telah menuduh mereka itu di hadapan Allah kita baik siang maupun malam. Maka mereka itu sudah mengalahkan dia oleh perantaraan darah dari Anak Domba itu, dan oleh perkataan dari kesaksian mereka itu; maka tiada mereka itu menyayangi nyawanya sampai kepada mati sekalipun. Oleh sebab itu bersukacitalah kamu, hai segala langit, dan semua kamu yang tinggal di dalamnya. Celaka bagi semua penduduk bumi dan laut! Karena Iblis telah turun kepadamu dengan besar amarahnya, sebab ia tahu bahwa masanya hanya singkat.” Wahyu 12 : 10 - 12.

“Tuduhan-tuduhan Setan melawan orang-orang yang berusaha mencari Tuhan bukanlah didorong oleh kebencian terhadap dosa-dosa mereka. Ia bergembira karena cacat-cacat tabiat mereka itu, karena ia mengetahui bahwa hanya oleh pelanggaran mereka melawan hukum Allah dapatlah ia memperoleh kuasa atas mereka itu.” Prophets and Kings, pp. 585, 586.

Setan, sebagaimana kita saksikan, mendorong orang berdosa untuk melakukan pelanggaran secara tidak sadar, dan demikianlah untuk mengumpulkan tuduhannya, tidak perlu di bumi, tetapi di dalam sorga. Di hadapan Hakim yang benar itu, Setan menuduh-nuduh pelanggar hukum itu

“karena berpakaikan jubah-jubah hitam dan kenajisan dosa.” Tetapi apabila Roh Allah menyampaikan teguran, maka Ia itu mengungkapkan dosa dan menghukum orang berdosa oleh perantaraan sidang-Nya.

Umat Allah hendaknya senantiasa waspada karena suara dari Roh Kristus itu pun senantiasa berjaga-jaga untuk mengamati roh Setan itu. Bilamana keduanya itu bertempur, maka yang satu akan berjuang untuk mematuhi Firman Allah, sedangkan yang lainnya akan memaafkan dosa lalu bersimpati dengan orang yang berdosa. Dalam cara licik yang terakhir ini Setan seringkali berhasil dan memenangkan orang berdosa ke dalam barisannya, karena orang berdosa pada dasarnya mencintai dosanya. Walaupun demikian orang-orang yang setia akan mengalahkannya “oleh perantaraan darah Anak Domba, dan oleh perkataan dari kesaksian mereka itu.” Maka mereka itu “tiada mencintai nyawanya sampai kepada mati sekalipun.” Wahyu 12 : 11.

“Maka kepada perempuan itu dikaruniakan dua buah sayap burung rajawali yang besar, supaya ia dapat terbang ke dalam padang belantara, yaitu ke dalam tempatnya, dimana ia akan dipelihara selama satu masa, dan dua masa, dan setengah masa, jauh dari wajah naga itu.” Wahyu 12 : 14.

Oleh karena suatu padang belantara adalah justru kebalikan dari suatu kebun anggur, maka sebutan yang berbunyi “supaya perempuan itu dapat terbang ke dalam padang belantara” secara tegas mengandung arti bahwa ia sudah harus meninggalkan kebun anggur itu. Dan itulah tepatnya yang ia lakukan. Tak lama sesudah kebangkitan Kristus, maka sidang (perempuan itu) telah meninggalkan tanah suci (kebun anggur itu) dan pergi ke tanah orang-orang Kapir (padang belantara).

Di samping adanya fakta-fakta sejarah ini, kita juga mempunyai pengertian Alkitabiah mengenai kebun anggur itu sebagai berikut :

___ GAMBAR ___ 

“Kebun anggur Tuhan serwa sekalian alam ialah isi rumah Israel, dan orang-orang Yehuda itu ialah tanaman yang disukai-Nya.” Yesaya 5 : 7.

Oleh sebab itu tak dapat disangsikan lagi, bahwa padang belantara dimana perempuan itu telah dipelihara selama masa itu ialah tanah orang-orang Kapir. Dan keharusan perempuan itu pergi melarikan diri dari wajah naga

itu di tanah airnya, menunjukkan bahwa naga itu telah menjadikan tanah suci itu markas besarnya. Walaupun demikian, karena tidak puas dengan ini, maka ia bahkan telah mengikuti perempuan itu ke dalam padang belantara.

“Maka naga itu menyemburkan air dari dalam mulutnya bagaikan suatu air bah mengikuti perempuan itu, agar ia dapat menghanyutkannya dengan air bah itu.” Wahyu 12 : 15.

Dalam harapan untuk membinasakan perempuan itu, maka naga itu pertama sekali menganiayanya. Sungguhpun demikian, karena gagal mencapai tujuannya, maka secara tiba-tiba ia merubah siasatnya. Ia menghentikan penganiayaan itu, dan sebagai gantinya ia mulai bertindak seperti sahabatnya. Namun alangkah ruginya bagi perempuan itu! Secara licik ia menyemburkan air bagaikan suatu air bah dari belakang perempuan itu, yang tampaknya seolah-olah berusaha dengan sekuat tenaga untuk menyegarkannya, padahal sesungguhnya itulah suatu usaha besar dengan mana untuk membinasakan perempuan itu.

Kata-kata simbolis dari Ilham menjelaskan, bahwa wajib meng-Kristenkan orang-orang Kapir dan mengalirnya mereka itu ke dalam sidang selama abad yang keempat sejarah Kristen yang lalu, pada kenyataannya bukanlah suatu tindakan yang bersahabat. Sebaliknya ia itu adalah bagaikan suatu semburan yang menghancurkan untuk menghilangkan kuasa ke-Kristenan yang menyelamatkan. Dengan kata lain, Ilham meramalkan masa periode dimana naga itu telah memakaikan para politisi Kapir dengan jubah kekristenan dan kemudian mengendalikan mereka untuk memaksa orang-orang Kapir yang bukan Kristen untuk menggabungkan diri dengan sidang, supaya dengan demikian itu mereka dapat mengkapirkan sidang, bukannya sidang meng-Kristenkan mereka.

Untuk menguatkannya, maka berikut ini kami kutip sebagian gambaran dari karya-karya Tuan Gibbon sebagai berikut : Dengan beberapa keputusan toleransi, maka ia (Kaisar Konstantin) telah menyingkirkan

beberapa ketentuan sementara yang tidak menguntungkan yang sampai pada waktu itu telah menghalangi kemajuan-kemajuan Kekristenan; maka pendeta-pendetanya yang giat dan yang banyak itu  telah memperoleh ijin kebebasan mereka, yaitu suatu dorongan kebebasan untuk menyambut kebenaran-kebenaran sehat yang diungkapkan oleh setiap argumentasi yang dapat mempengaruhi akal budi atau kesetiaan umat manusia. Keseimbangan yang rata dari kedua agama (Kristen dan Kapir) itu hanya berlangsung sementara.……. Kota-kota yang menunjukkan semangat kemajuan oleh merusakkan secara sukarela tempat-tempat ibadah mereka (tempat-tempat ibadah Kapir) memperoleh penghargaan dengan hak-hak istimewa kota, serta dihadiahi dengan hadiah-hadiah yang bersifat pemberian resmi yang populer.……

Keselamatan dari rakyat biasa diperoleh dengan jalan pembelian dengan pembayaran yang murah, jika itu menjadi nyata bahwa dalam setahun 12.000 orang telah dibaptiskan di kota Roma, disamping sejumlah besar wanita dan anak-anak, dan bahwa sehelai jubah putih berikut 20 keping emas telah dijanjikan oleh kaisar kepada setiap orang yang bertobat.” Inilah “undang-undang dari Konstantin yang memberikan kebebasan kepada semua budak yang hendak memeluk agama Kristen.”Gibbon’s Rome, vol. 2, pp. 273, 274.

“Tetapi bumi menolong perempuan itu, dan bumi membuka mulutnya lalu menelan air bah yang disemburkan oleh ular naga itu dari dalam mulutnya.” Wahyu 12 : 16.

“Bumi”, sebagai senjata Allah yang sangat ampuh, pada akhirnya akan menolong perempuan itu. Bumi akan menelan “air bah” itu; artinya, senjata Ilahi yang sama itu juga, yang sesuai dengan perumpamaan, akan menyingkirkan lalang-lalang lalu membakarnya, demikian pula menyingkirkan semua orang yang telah menggabungkan diri dengan

sidang, yang masih tetap Kapir di dalam hatinya. Lalu apakah yang jadi kemudian? – Injil memberikan jawabannya sebagai berikut :

“Maka marahlah naga kepada perempuan itu, lalu pergi memerangi yang tersisa dari keturunannya, yaitu mereka yang memeliharakan perintah-perintah Allah dan memiliki kesaksian Yesus Kristus.” Wahyu 12 : 17.

Sebutan “yang tersisa” mengungkapkan, bahwa benih perempuan itu terbagi dalam dua bagian. Bagian yang satu diambil, bagian yang lainnya tertinggal. Sebagai contoh, Nehemia menjelaskan sebagai berikut : “Segala orang yang tersisa yang tertinggal dari para tawanan itu di sana di dalam negeri itu berada dalam kesukaran besar dan kecelaan.” Nehemia 1 : 3. Sesuatu “yang tersisa” selalu menunjukkan sebagian daripada keseluruhan, mungkin besar mungkin juga kecil.

Dan perhatikanlah bahwa naga itu berperang bukan melawan sesuatu yang tersisa daripada “air bah” itu, melainkan melawan mereka yang tersisa dari benihnya. Karena Kristus adalah satu-satunya anak dari perempuan itu, maka benihnya itu ialah orang-orang Kristen, yaitu orang-orang yang lahir ke dalam sidang oleh perantaraan Roh Kristus. Sesuai dengan itu, maka tindakan membawa buah-buah pertama ke Gunung Sion (Wahyu 14 : 1) akan menghasilkan suatu keadaan yang akan membuat suatu sisa dari mereka itu yang masih akan tertinggal di antara orang-orang Kapir. Oleh karena itu, maka dalam hal ini mereka, buah-buah kedua itu, ialah mereka yang tersisa itu.

Hendaklah diingat bahwa adalah sesudah bumi menelan air bah itu baru naga itu naik amarahnya melawan perempuan itu, lalu “pergi memerangi yang tersisa dari keturunannya (bukan melawan perempuan itu secara pribadi), yaitu mereka yang memeliharakan perintah-perintah Allah dan memiliki kesaksian Yesus Kristus.” Wahyu 12 : 16, 17. Jadi jelaslah, tak dapat disangsikan lagi kesimpulannya, bahwa dihapuskannya

air bah Setan itu tak lain adalah pembersihan sidang, yaitu pembinasaan orang-orang yang telah menggabungkan diri dengan sidang melalui bantuan ular itu. Pembersihan ini adalah satu-satunya perkara yang memungkinkan sidang sebagai suatu badan untuk memeliharakan perintah-perintah Allah dan juga untuk memiliki kesaksian Yesus Kristus, Roh Nubuat yang hidup itu (Wahyu 19 : 10) di tengah-tengahnya. Inilah satu-satunya harapan miliknya, satu-satunya kekuatan miliknya, yaitu satu-satunya jalan kelepasannya. Dalam terang inilah, Ilham kini memberikan hidup baru ke dalam kata-kata itu yang berbunyi :

“Bangunlah, bangunlah, kenakanlah kuatmu, hai Sion; pakaikanlah baju-bajumu yang indah-indah itu, hai Yerusalem, kota suci; karena kemudian seterusnya tidak lagi akan masuk ke dalammu orang-orang yang tidak bersunat dan yang najis.” Yesaya 52 : 1.

Oleh karena itu, maka pembersihan sidang itu tidak akan mendatangkan masa seribu tahun yang penuh damai. Sesungguhnya tidak, tetapi ia itu akan mengakhiri nasib semua orang jahat yang ada di dalam sidang, dan bersamaan dengan pembersihan itu juga akan menaikkan amarah Setan yang besar melawan mereka yang tersisa, yaitu melawan orang-orang yang masih berada di antara orang-orang Kapir, yang kemudian dari pembersihan itu dengan berani bertekad untuk berdiri di pihak Tuhan. Meskipun begitu, mereka akan dilepaskan jika mereka rela mempertaruhkan nyawanya – jika mereka bertekad berdiri di pihak Tuhan, sehingga dengan demikian nama-nama mereka dicatat di dalam “buku.” Daniel 12 : 1.

Naga itu tidak dapat memerangi perempuan itu, yaitu sidang yang terdiri dari buah-buah pertama, sebab pada waktu itu ia berada bersama-sama dengan Anak Domba di atas Gunung Sion (Wahyu 14 : 1), jauh dari jangkauan ular naga itu.

Bagi penyelidikan selanjutnya terhadap Wahyu pasal 12, bacalah Traktat No. 12, Dunia, Kemarin, Hari Ini, Dan Esok, hal. 73 – 81. (Walaupun pokok masalah dari buku Wahyu ini hanya sebagian yang baru dibicarakan di sini, namun karena terbatasnya ruangan di dalam buku ini sehingga tidak dapat mengijinkan saya untuk bergerak lebih jauh). 

* * * * *

.