.
Renungn Untuk Berdoa
Janganlah Menjadi Pendengar-Pendengar Dari Jenis Tanah Yang Berbatu
Pada sore hari ini kita akan mulai membaca pada halaman 46 dari buku Christ’s Object Lessons :
“Barangsiapa yang menerima benih itu di dalam tempat-tempat yang berbatu-batu, ialah sama halnya dengan orang yang mendengarkan firman, lalu dengan cepat menerimanya dengan sukacita; tetapi ia itu tidak berakar di dalam dirinya, melainkan hanya bertahan sementara waktu saja; karena apabila datang kesusahan dan aniaya oleh karena firman itu, segera ia akan melanggarnya.
“Benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu mendapatkan sedikit sekali tanah. Tanaman itu bertumbuh dengan cepat, namun akarnya tidak dapat menembusi ke dalam batu-batu untuk memperoleh makanan untuk mempertahankan pertumbuhannya, sehingga ia akan segera mati. Banyak orang yang mengaku beragama adalah pendengar-pendengar dari jenis tanah yang berbatu-batu itu. Bagaikan batu-batu melapisi bagian bawah dari lapisan bumi, demikian pula halnya sifat mementingkan diri dari hati daging melapisi bagian bawah dari tanah keinginan-keinginan dan cita-cita mereka yang baik. Cinta terhadap diri sendiri tidak dilepaskan. Mereka tidak berhasil melihat betapa jahatnya dosa itu, sehingga hati tidak dapat tunduk ke bawah suatu perasaan bersalah karenanya. Kelas orang-orang ini dapat mudah insyaf, lalu kelihatan menjadi orang-orang bertobat yang cemerlang, tetapi mereka hanya memiliki suatu agama yang dangkal.”
Ada suatu kelas orang-orang yang amat cepat sekali dapat dipengaruhi oleh Kebenaran Sekarang, tetapi, segera setelah aniaya, celaan, hal-hal yang tidak menyenangkan dan cobaan-cobaan datang, maka segera pula mereka meninggalkan pendirian-pendirian mereka. Kebenaran itu tidak berakar di dalam orang-orang yang sedemikian, sehingga ia itu akan segera menghilang dari hati dan pikiran mereka. Marilah kita bertelut dan berdoa sekarang memohonkan suatu tanah yang dalam di dalam hati-hati kita, supaya kita dapat berpegang teguh pada iman kita, keyakinan-keyakinan kita, dalam segala keadaan.
* * *
WAHYU -- APAKAH ITU?
Khotbah V. T. Houteff
Pendeta Persekutuan Davidian Masehi Advent Hari Ketujuh
Sabat, 18 Oktober 1947
Chapel Mount Carmel,
Waco, Texas
Untuk memperoleh Wahyu itu, yaitu buku yang terakhir dari Alkitab, Yohanes telah dua kali dibawa dalam Roh. Untuk melihat ini kita akan membaca Wahyu 1 : 10, dan Wahyu 4 : 2.
Wahyu 1 : 10 “Aku berada dalam Roh pada hari Tuhan, dan ku dengar di belakangku suatu suara besar, seperti bunyi trompet.”
Ini adalah kesempatan pertama Yohanes di dalam Roh, dan sementara di dalam-Nya itu ia telah menerima pasal 1, 2, dan 3.
Wahyu 4 : 2 “Dan segera aku berada dalam Roh; lalu tengoklah, suatu tahta terdiri di dalam surga, dan Seseorang duduk di atas tahta itu.
Inilah kesempatan kedua Yohanes di dalam Roh, masa dimana ia menerima pasal 4 sampai dengan 22.
Sembilan ayat pertama dari pasal 1 berisikan perkenalan dari Yohanes terhadap buku itu, dan merupakan suatu kesimpulan singkat dari apa yang telah disaksikannya. Ayat-ayat sisa dari pasal 1 itu berisikan perkenalan dari Tuhan terhadap Buku Wahyu, setelah mana di dalam pasal 2 dan 3 diberikan suatu pekabaran khusus untuk disampaikan kepada tujuh sidang jemaat. Inilah semua yang dilihat Yohanes sewaktu ia berada dalam Roh pada pertama kalinya.
Sekarang datang kepada pasal 4 dan pasal 5, kita membaca akan apa yang dilihat Yohanes pada kedua kalinya ia berada dalam Roh.
Wahyu pasal 4 dan 5 “Kemudian daripada ini aku melihat, dan tengoklah, sebuah pintu terbuka di dalam surga : maka suara yang mula-mula ku dengar itu adalah seperti bunyi trompet yang berbicara kepadaku; katanya, Naiklah ke mari, maka aku akan menunjukkan kepadamu segala perkara yang harus akan jadi kemudian kelak. Maka tiba-tiba aku berada dalam Roh : dan, tengoklah, suatu tahta terdiri di dalam surga, dan Seseorang duduk di atas tahta itu. Maka Ia yang duduk itu rupa-Nya seperti permata yasip dan akik : dan ada suatu pelangi melingkungi tahta itu, seperti zamrud rupanya. Dan sekeliling tahta itu ada dua puluh empat tahta : dan di atas tahta-tahta itu ada duduk dua puluh empat tua-tua yang berpakaian putih; dan di atas kepalanya bermahkota emas. Maka keluarlah dari tahta itu kilat-kilat dan guntur-guntur dan suara-suara : dan ada tujuh buah pelita yang bernyala-nyala di hadapan tahta itu, yaitu ketujuh Roh Allah. Dan di hadapan tahta itu terdapat sebuah laut kaca yang bagaikan kristal : dan di tengah-tengah tahta itu, dan sekeliling tahta itu, terdapat empat binatang yang penuh dengan mata di depan dan di belakang.
Maka binatang yang pertama itu adalah seperti singa, dan binatang yang kedua seperti anak lembu, dan binatang yang ketiga memiliki wajah seperti wajah manusia, dan binatang yang keempat seperti burung nasar yang terbang. Dan keempat binatang itu masing-masingnya bersayap enam; dan adalah mereka itu penuh dengan mata di dalamnya : maka keempatnya tiada henti-henti baik siang baik malam, menyebutkan, Suci, suci, suci, Tuhan Allah Yang Maha Kuasa, yang sudah ada, dan yang ada, dan yang akan datang. Dan apabila binatang-binatang itu memuliakan dan memberi hormat serta mengucapkan syukur kepada Dia yang duduk di atas tahta, Yang hidup selama-lamanya, maka kedua puluh empat tua-tua itu sujudlah di hadirat Dia yang duduk di atas tahta, lalu menyembah Dia yang hidup selama-lamanya, sambil mereka itu meletakkan mahkota-mahkotanya di hadapan tahta itu, sambil mengatakan, Ya Tuhan, berlayaklah Engkau menerima kemuliaan dan hormat dan kuasa : sebab Engkau sudah menciptakan segala perkara, dan
oleh kehendak-Mu juga sekalian itu ada dan sudah diciptakan.
Maka aku tampak dalam tangan kanan Dia yang duduk di atas tahta itu ada sebuah kitab yang bertuliskan di dalamnya dan di bagian belakangnya, dimeteraikan dengan tujuh meterai. Dan aku tampak seorang malaikat yang perkasa memberitakan dengan suara besar, Siapakah yang berlayak membukakan kitab itu, dan melepaskan semua meterainya? Maka tak seorangpun di dalam surga ataupun di bumi ataupun di bawah bumi, yang mampu membukakan kitab itu, ataupun memandangnya. Maka sangatlah aku menangis, oleh sebab tiada seorang pun didapati layak untuk membukakan dan membacakan kitab itu, atau memandangnya. Maka salah seorang dari para tua-tua itu mengatakan kepadaku, Janganlah menangis : tengoklah, Singa dari suku Yehuda, yaitu Akar Daud, telah menang untuk membukakan kitab itu, dan melepaskan semua meterai daripadanya.
Maka aku tampak, dan, heran, di tengah-tengah tahta dan keempat binatang itu, dan di tengah-tengah para tua-tua itu, berdirilah seekor Anak Domba; Ia bagaikan sudah tersembelih, memiliki tujuh tanduk dan tujuh mata, yaitu tujuh Roh Allah yang sudah diutus ke seluruh bumi. Maka datanglah Anak Domba itu mengambil kitab itu dari tangan kanan Dia yang duduk di atas tahta itu. Maka setelah diambil-Nya kitab itu sujudlah keempat binatang dan dua puluh empat tua-tua itu di hadapan Anak Domba itu, masing-masingnya memiliki kecapi dan bokor emas yang penuh dengan bau-bauan, yaitu segala doa dari semua orang suci. Maka mereka menyanyikan sebuah nyanyian baru, yang bunyinya, Berlayaklah Engkau mengambil kitab itu, dan membuka meterainya : karena Engkau sudah tersembelih, dan sudah menebus kami bagi Allah oleh darah-Mu, dari setiap suku, dan bahasa, dan umat, dan bangsa; dan Engkau telah menjadikan kami bagi Allah kami raja-raja dan imam-imam : maka kami akan memerintah di bumi.
Maka aku tampak, dan aku dengar suara malaikat yang banyak sekeliling tahta dan binatang-binatang
dan semua tua-tua itu : maka banyaknya mereka itu adalah sepuluh ribu kali sepuluh ribu, dan beribu-ribu; yang mengatakan dengan suara besar, Berlayaklah Anak Domba yang sudah tersembelih itu menerima kuasa, dan semua kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan berkat. Dan setiap mahluk yang di dalam surga, dan di bumi, dan di bawah bumi, dan sedemikian ini yang ada di laut, berikut semua yang ada di dalamnya, aku dengar mengatakan, Bagi Dia yang duduk di atas tahta, dan bagi Anak Domba itu adalah berkat, dan hormat, dan kemuliaan, dan kuasa selama-lamanya. Maka keempat binatang itu mengatakan, Amin. Maka kedua puluh empat tua-tua itu sujudlah dan menyembah Dia yang hidup kekal selama-lamanya.”
Pasal 4 dan pasal 5 sebagaimana kita saksikan, berisikan suatu pemandangan tentang suatu peristiwa penting yang membuat Buku itu dibukakan dari meterai-meterainya. Apa yang telah terbit dari Buku itu, sesungguhnya, adalah Wahyu dari Yesus Kristus, dari hanya Dia Yang layak untuk membukakan Buku itu.
Demikianlah bahwa “Wahyu dari Yesus Kristus itu” dimulai dengan pasal yang keenam dan berakhir dengan pasal yang terakhir dari Buku itu, yaitu pasal-pasal dimana tercatat perkara-perkara yang diperlihatkan sesudah pemecahan tujuh meterai itu. Jadi, Wahyu itu terdiri dari perkara-perkara yang telah disegel dengan tujuh meterai.
Jelaslah sekarang, bahwa itulah “Wahyu dari Yesus Kristus yang dikaruniakan Bapa-Nya kepada-Nya”, artinya, kepada Yesus Allah mengaruniakan Buku itu. Yesus mengambilnya, memecahkan semua meterai yang menyegelnya, lalu membukakan semua perkara yang tak seorangpun dapat mengungkapkannya kecuali Dia. Oleh sebab itu, Tujuh Meterai itu, meliputi semua “Wahyu dari Yesus Kristus yang dikaruniakan Allah kepada-Nya”, dan terdiri dari perkara-perkara yang terbit dari Buku itu. Lagi pula, Wahyu itu,
terdapat dalam tujuh bagian, sebab masing-masing meterai itu mengemukakan bagian tertentu dari Wahyu: Meterai pertama mengemukakan perkara-perkara yang tercatat di dalam pasal enam, ayat dua; meterai yang kedua mengemukakan perkara-perkara dari ayat empat; meterai ketiga mengemukakan perkara-perkara dari ayat lima dan ayat enam; meterai keempat mengemukakan perkara-perkara dari ayat 7 dan ayat 8; meterai kelima mengemukakan perkara-perkara dari ayat sembilan sampai ayat sebelas; meterai keenam mengemukakan perkara-perkara dari ayat dua belas dan terus sampai ke pasal ke delapan; meterai ketujuh mengemukakan perkara-perkara dari pasal delapan sampai termasuk pula pasal dua puluh dua. Bahwa semua pasal ini adalah kelanjutan dari pasal enam terlihat dari kenyataan, bahwa setiap pasal dimulai dengan kata penghubung ”Dan.”
Jadi, Wahyu itu, dengan demikian terbagi dalam tujuh bagian. Dengan begitu apabila kita berbicara dari hal Tujuh Meterai, kita sesungguhnya sedang berbicara dari hal Wahyu itu.
Yang terakhir dari meterai-meterai itu, yaitu meterai yang ketujuh, adalah terbagi lagi menjadi tujuh bagian, yaitu Tujuh Trompet, yang dimulai dengan pasal delapan, dan ternyata berakhir dengan pasal sebelas.
Hal selanjutnya yang perlu dicatat ialah peristiwa yang menyebabkan Buku itu dibukakan. Supaya dapat dipahami dengan segera, maka saya telah melukiskan kembali suatu gambaran dari peristiwa itu. Dan saya dapat tegaskan bahwa saya sudah cukup hati-hati menggambarkannya dengan tepat seperti yang dilukiskan oleh Yohanes. Walaupun demikian karena kurang luasnya ruangan, maka berjuta-juta malaikat yang mengelilingi tahta itu tidak ikut dilukis di dalam gambar ini. Inilah gambaran itu :
Karena ruang yang terbatas, beribu-ribu malaikat yang mengelilingi tahta tidak terdapat di dalam gambar. Inilah gambar tersebut:
___ GAMBAR ___
Peristiwa apakah itu yang telah membuat meterai-meterai dari Kitab itu terlepas? -- Untuk mendapatkan jawaban terhadap pertanyaan ini, maka kita hendaknya pertama-tama memperhatikan anggota-anggota yang duduk di dalam pertemuan besar itu. Kita saksikan di sana duduk Seorang di atas tahta, kemudian Anak Domba itu, selanjutnya para tua-tua, dan berjuta-juta malaikat yang mengelilingi tahta itu, juga “binatang-binatang” itu yang telah mengaku sendiri, bahwa mereka adalah lambang yang mewakili orang-orang tebusan, karena mereka katakan : “karena Engkau sudah tersembelih, dan Engkau telah menebus kami bagi Allah oleh darah-Mu dari setiap suku, dan bahasa, dan umat, dan bangsa.” Wahyu 5 : 9.
Apalagi yang dapat dilambangkan oleh pertemuan besar yang sedemikian ini kalau bukan suatu sidang Pehukuman. Di sana kita saksikan Hakim Pengadilan, Pembela agung kita, duduk di atas tahta, kemudian Anak Domba, lalu para juri yang dua puluh empat orang itu, juga para malaikat yang menjadi saksi, dan keempat binatang yang melambangkan umat tebusan itu. Lagi pula, kitab Wahyu sendiri menyatakan dengan tegas bahwa peristiwa nubuatan itu adalah Pehukuman yang sedang berlangsung, karena katanya : “Takutlah akan Allah, dan muliakanlah Dia; karena jam pehukuman-Nya sudah tiba : dan sembahlah Dia yang telah menciptakan langit, dan bumi, dan laut, dan semua mata air.” Wahyu 14 : 7.
Juga, nabi Daniel, yang bukunya merupakan pelengkap terhadap buku Wahyu telah dikaruniakan gambaran sepintas lalu dari hal Pehukuman itu. Ia melihat Dia Yang tiada berkesudahan hari-Nya itu duduk di atas tahta, juga semua tahta dimana terlihat telah duduk dua puluh empat tua-tua itu. Ia juga menyaksikan berjuta-juta malaikat, dan “Seseorang yang serupa dengan Anak Manusia”, Anak Domba itu, yang telah dibawa dekat ke hadapan Dia Yang tiada berkesudahan hari-Nya itu.
Penempatan nubuatan Daniel secara sejajar terhadap Wahyu dari Yohanes akan kita saksikan sebagai berikut :
Khayal dari Daniel(Daniel pasal 7)1. “Aku memandang sampai semua tahta itu didudukkan.” -- ayat 9. 2. “Lalu Dia yang tiada berkesudahan hari-Nya itu duduk.” -- ayat 9 3. “Suatu sungai api timbul lalu mengalir dari hadapan-Nya.” -- ayat 10. 4. “Seseorang seperti Anak Manusia datang ..... kepada Dia Yang tiada berkesudahan hari-Nya itu, dan mereka membawa-Nya dekat ke hadapan-Nya.” -- Ayat 13. 5. “Kitab-kitab terbuka.” -- ayat 10 6. “Beribu-ribu berbakti kepada-Nya, dan sepuluh ribu kali sepuluh ribu berdiri di hadapan-Nya.” -- ayat 10 7. “Pehukuman itu siap, dan buku-buku dibuka.” -- ayat 10. |
|
Khayal dari Yohanes(Kitab Wahyu)1. “Dan aku tampak tahta-tahta.” --Wahyu 20:4. 2. “Lalu Seseorang duduk di atas tahta.” -- Wahyu 4:2. 3. “Maka aku tampak ia itu bagaikan suatu laut kaca yang bercampur api.” -- Wahyu 15:2. 4. “Di tengah-tengah tahta dan keempat binatang itu ..... berdiri seekor Anak Domba.” -- Wahyu 5:6. 5. “Dan kitab-kitab terbuka.” -- Wahyu 20:12. 6. “Aku mendengar bunyi suara banyak malaikat yang mengelilingi tahta itu ..... dan jumlah mereka itu adalah sepuluh ribu kali sepuluh ribu, dan beribu-ribu.”-- Wahyu 5:11. 7. “Jam pehukuman-Nya telah tiba.”-- Wahyu 14:7. “Maka aku tampak semua orang mati, |
|
|
baik kecil maupun besar, berdiri di hadapan Allah; dan kitab-kitab terbuka; dan sebuah kitab yang lain terbuka, yaitu kitab alhayat maka semua orang mati diadili menurut segala perkara yang tercatat di dalam kitab-kitab itu, sesuai dengan perbuatan-perbuatan mereka.” -- Wahyu 20 : 12 |
Sebagaimana anda saksikan, satu-satunya perbedaan yang ada ialah, bahwa kepada Daniel diperlihatkan Pehukuman itu sedang dalam persiapan, sebaliknya Yohanes menyaksikannya sementara sedang bersidang.
Lagi pula, kitab Wahyu, dalam ayat-ayat yang menyusul berulang kali berusaha memperlihatkan kepada kita bahwa peristiwa yang digambarkan di sana itu adalah Pehukuman yang sedang berlangsung :
“Takutlah akan Allah, dan hormatilah akan Dia; karena jam pehukuman-Nya telah tiba.”
Yohanes menyatakan : “Dan aku melihat tahta-tahta, dan pehukuman diserahkan kepada mereka.” Wahyu 20 : 4.
Yohanes dengan sungguh-sungguh menuliskannya sebagai suatu nubuatan, namun kapan ia itu benar-benar akan terjadi perwakilan Allah di bumi, yaitu Roh Nubuatan di dalam Sidang yang kemudian akan memberitakan bahwa peristiwa itu betul-betul sudah jadi.
Oleh karena catatan-catatan baik dari orang-orang mati maupun dari orang-orang yang masih hidup harus ditinjau kembali oleh Sidang Pengadilan, maka Pekabaran Malaikat yang Pertama (Wahyu 14 : 6), harus diberitakan dalam kedua masa periode, yaitu baik dalam masa periode
pehukuman terhadap orang mati, maupun dengan suatu seruan keras di dalam masa periode pehukuman terhadap orang-orang hidup. Oleh sebab itu, maka aplikasi langsung dari Pekabaran Malaikat yang Pertama, juga panggilan untuk keluar dari Babil akan betul-betul dilaksanakan pada hari bumi diterangi oleh kemuliaan malaikat itu. (Lihat Wahyu 18 : 1 – 4). Olehnya itu, maka buku Wahyu, akan lebih sempurna dipahami selama masa pehukuman terhadap orang hidup.
Terang yang kini bercahaya atas jalan kita adalah suatu bukti yang tak dapat disangkal bahwa kita sedang mendekati masa pehukuman terhadap orang-orang hidup itu, yaitu masa apabila “Anak Manusia akan datang di dalam kemuliaan-Nya, dan semua malaikat yang suci bersama-sama-Nya, kemudian Ia akan duduk di atas tahta kemuliaan-Nya : dan di hadapan-Nya akan berhimpun segala bangsa : maka Ia akan memisahkan mereka itu satu dari yang lainnya bagaikan seorang gembala memisahkan domba-dombanya dari kambing-kambing.” Matius 25 : 31 – 33.
Kini karena kitab Wahyu mengungkapkan jalannya persidangan Pengadilan itu terhadap keseluruhan umat manusia, dan oleh karena ia itu dimulai dengan Kitab yang termeterai dengan tujuh meterai itu, dan juga karena kitab Wahyu, sebagaimana ditunjukkan di depan, terdiri dari perkara-perkara yang terdapat di dalam Kitab yang termeterai itu, maka adalah masuk akal bahwa kitab Wahyu berisikan sebuah gambaran singkat dari sejarah umat manusia semenjak dari permulaan dunia sampai kepada akhirnya.
Olehnya itu isi dari Tujuh Meterai itu mengungkapkan sejarah seluruh umat manusia; dan harus dimulai dengan Adam, orang yang pertama di bumi. Kenyataan ini kembali dapat dicatat secara tersendiri dari kenyataan bahwa segala perkara yang diungkapkan oleh lima meterai yang pertama adalah meliputi satu, dua, atau tiga ayat saja secara berurutan (sebaliknya dua meterai yang terakhir yang berisikan perkara-perkara yang berkenaan dengan Pehukuman terhadap Orang-Orang Hidup, kepada umat yang harus mengetahui bahwa perkara-perkara mereka sedang dalam pemeriksaan) adalah agak panjang : Catatan dari perkara-perkara yang diungkapkan oleh meterai yang keenam adalah sepanjang
22 ayat, dan yang diungkapkan oleh meterai ketujuh adalah sepanjang 15 pasal.
Anda saksikan, Saudara-saudaraku, bahwa apa yang kita peroleh dalam pelajaran ini bukanlah hanya suatu teori, bukanlah suatu angan-angan dan pendapat seseorang yang menarik, melainkan keseluruhan Kebenaran Allah. Inilah sesungguhnya Alkitab itu, dan betapa indah pelajarannya, bukan?
Maka, bagaimanakah, anda dan saya, dapatkah kita membiarkan keselamatan kita begitu saja lepas dari pegangan kita? Bagaimana dapat kita berlaku sembrono dan acuh tak acuh terhadap semua kata-kata firman yang sangat serius ini dalam sepanjang sejarah umat manusia? Tidakkah kita hendak mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Allah dalam perdamaian? Tidakkah kita sekarang seperti halnya para anak dara yang bijaksana itu mengisikan botol-botol kita dengan minyak pemberi terang ini supaya kelak kita mampu untuk mengisi kembali lampu-lampu kita? Ataukah kita hendak menjadi seperti halnya para anak dara yang bodoh itu melalaikan kesempatan kita, lalu dengan demikian terhalang untuk mencapai “pintu” sebelum ia itu tertutup untuk kita? Betapa ngerinya perasaan setelah mendengar kata-kata Tuan itu dari dalam yang mengatakan, “Enyahlah kamu daripada-Ku, Aku tidak pernah mengenal engkau!”
Adalah karena kita telah sampai pada masa yang genting sekarang ini sehingga semua pelajaran ini walaupun dengan pembiayaan besar dan melalui pengorbanan yang tidak sedikit, telah disebarkan bagaikan daun-daun luruh di musim gugur ke seluruh Laodikea.
Mengapakah ada orang yang mau menipu dirinya sendiri terhadap kehidupan kekalnya, yang akan dimahkotai dengan kesukaan dan kegembiraan? Kiranya dijauhkan Allah agar tidak seorang pun dari kita akan kelak didapati sedemikian seperti yang dilambangkan dengan nasib kelima anak dara yang bodoh itu.
* * *
.