.
Renungan Dan Doa Pembuka--Saya akan membaca dari buku The Mount of Blessing, p. 155, dimulai dengan paragrap kedua.
The Mount of Blessing, pp. 155, 156 : “Langkah yang pertama sekali dalam menghampiri Allah adalah mengetahui dan percaya akan kasih yang Ia miliki bagi kita; karena adalah oleh penarikan kasih-Nya, maka kita dipimpin datang kepada-Nya.”
“Oleh menerima akan kasih Allah mengerjakan penyangkalan terhadap sifat mementingkan diri sendiri. Dengan memanggil akan Allah, Bapa kami, maka kita mengakui akan semua anak-Nya sebagai saudara-saudara kita. Kita semua adalah sebagian dari jaringan besar umat manusia, semua anggota dari suatu keluarga. Di dalam semua permohonan kita, kita supaya mengikut-sertakan juga semua sesama kita seperti akan diri kita sendiri. Tidak seorang pun dapat berdoa dengan benar jika mencarikan suatu berkat hanya bagi dirinya sendiri.”
“ ’Yang ada di dalam sorga.’ Ia kepada siapa Kristus menganjurkan kepada kita supaya memandang sebagai ‘Bapa kami,’ ‘ada di dalam segala langit; Ia telah melakukan apa saja yang disukai-Nya.’ Di dalam pengawasan-Nya kita boleh tinggal dengan aman, sambil mengatakan, Kapan saja saya takut, saya akan berharap kepada-Mu.”
Apakah yang dianjurkan oleh bacaan itu bagi kita untuk didoakan? Bagi suatu kesenangan terhadap kasih Allah dan bagi suatu pengertian yang lebih baik terhadap-Nya; untuk pengertian yang tepat dari hal apa manfaatnya mengucapkan doa Tuhan itu; bagi hikmat untuk mengetahui mengapa kita memanggil akan Allah sebagai Bapa kita, mengapa kita adalah anggota-anggota dari suatu keluarga, saudara-saudara dari suatu rumah tangga; bagi kemurahan supaya ingat berdoa bukan hanya bagi kita sendiri melainkan juga bagi sesama-sesama kita, dan bahkan bagi musuh-musuh kita.
Copyright, 1953
Hak Cipta Dijamin
V.T. HOUTEFF
APAKAH YANG MEMBUAT
SESEORANG DAPAT TERPILIH?
Kotbah Victor T. Houteff
Pendeta Persekutuan Davidian Masehi Advent Hari Ketujuh
Sabat, 21 September 1946
Chapel Mount Carmel,
Waco, Texas
Beberapa Saudara telah menulis kepada saya dari waktu ke waktu, ingin mengetahui apa yang dapat membuat mereka terpilih untuk memperoleh Meterai Allah itu. Beberapa Saudara ingin mengetahui apakah mereka dapat di meteraikan oleh melakukan ini atau oleh melakukan itu. Mereka yang lain ingin mengetahui apakah mereka akan di tinggalkan tanpa meterai oleh karena tidak melakukan ini atau tidak melakukan yang lainnya.
Pertanyaan-pertanyaan itu adalah betul-betul tepat pada waktunya dan patut dihargai. Pertanyaan-pertanyaan terpenting yang sedemikian ini patut memperoleh jawaban-jawabannya yang konkrit sama seperti halnya pertanyaan-pertanyaan itu sendiri. Dan siapakah yang dapat memberikan suatu jawaban yang lebih konkrit daripada mereka yang sudah lebih dulu mendahului kita, yaitu orang-orang yang tugas-tugasnya adalah sama dengan tugas-tugas kita, orang-orang yang pernah melewati pengalaman yang sama dengan kita, orang-orang yang telah menjalani jalan yang sama dengan jalan yang kita sedang jalani, orang-orang yang pernah mempersiapkan dirinya bagi Kerajaan itu seperti halnya kita.
Di dalam siapakah dapat kita jumpai kesamaan yang sedemikian ini? Tidak ada di orang-orang lain terkecuali mereka yang telah meninggalkan Mesir dan yang telah memulai perjalanannya menuju ke tanah perjanjian itu. Tidak, tidak ada pada orang lain. Mereka itulah satu-satunya contoh bagi kita. Ilham mengatakan : “Segala perkara itu sudah berlaku atas mereka itu menjadi teladan; dan semua itu tertulis menjadi nesehat bagi kita di akhir zaman.” (1 Korintus 10 : 11). Oleh karena itu tugas-tugas mereka adalah tugas-tugas kita, dan kegagalan-kegagalan mereka harus menjadi batu loncatan kita untuk mencapai sukses. Demikianlah, bahwa perbuatan orang-orang yang memasuki tanah perjanjian itu harus menjadi perbuatan-perbuatan kita, dan jika kita hendak dimeteraikan, maka perbuatan- perbuatan orang-orang yang gagal untuk masuk tanah perjanjian itu harus kita tinggalkan selengkapnya dan secepatnya seperti halnya kita akan meninggalkan sebuah kandang singa.
Sekarang kita akan mencari tahu mengapa beberapa di antara mereka pergi masuk ke tanah perjanjian itu, dan mengapa yang lain-lainnya tidak pergi ke sana, karena inilah yang diperintahkan Ilham daripada kita untuk dilakukan. Terkandung di dalam kata-kata firman ini, bahwa jika pengalaman-pengalaman umat Israel kuno itu bukan untuk menjadi teladan-teladan, maka semua itu tidak pernah akan ada tertulis. Jadi, betapa pentingnya, supaya kita dengan rajin mempelajari semuanya itu. Ya, bagi kita untuk mengetahui apa yang wajib kita lakukan atau apa yang tidak boleh dilakukan untuk dapat memperoleh meterai itu dan masuk ke dalam Tanah Perjanjian, kita harus menyelidiki segala perbuatan dari kedua pihak baik mereka yang masuk ke tanah perjanjian itu maupun mereka yang tertinggal di luar tanah perjanjian itu.
Marilah kita memulaikan penyelidikan kita dimulai dengan Musa, dengan perantaraan manusia itu, yaitu pemimpin yang dapat dilihat dari pergerakan itu. Dibesarkan di dalam istana Firaun, ia telah memperoleh pendidikan yang tertinggi yang dunia dapat berikan di waktu itu. Dan karena mengerti bahwa ia adalah satu-satunya yang akan memerdekakan saudara-saudaranya dari perhambaan Mesir, maka ia merasa sangat mampu untuk tugas tersebut.
Saudara ingat akan cerita itu bagaimana ia telah mulai untuk melepaskan mereka walaupun ia belum diberitahu untuk berbuat begitu. Ia telah membunuh seorang Mesir, kemudian terlibat dalam sebuah pertikaian dengan salah seorang Ibrani, lalu kemudian lari untuk menyelamatkan dirinya. Demikian itulah, bahwa di Midian ia telah memperoleh suatu pekerjaan, menjadi seorang gembala, lalu kawin dengan puteri majikannya. Selama empat puluh tahun sebagai gambala ia telah lupa akan bahasa Mesir, dan demikian pula akan pendidikan-pendidikan Mesirnya. Walau pun begitu, sebagai gantinya, ia telah belajar untuk merawat dengan baik domba-domba. Oleh karena itu ia telah menghilangkan dari ingatannya pikiran nya untuk sekali kelak melepaskan umat Allah dari perhambaan Mesir mereka. Kemudian terjadilah, bahwa Allah telah melihat dia kuat dan mampu, lalu memerintahkan kepadanya untuk kembali ke Mesir dan untuk membawa pergi dari sana umat-Nya yang bersungut-sungut itu. Saudara ingat bahwa Musa telah menentang melawan pendapat itu dengan alasan, bahwa ia telah gagal pada percobaannya yang pertama, pada masa ia masih muda dan cukup memiliki pengetahuan dan, bahwa pada jam terakhir dari hidupnya ia tidak akan mencobanya lagi, bahwa bahkan ia tidak lagi dapat berbicara dengan bahasa itu. Setelah suatu percakapan yang panjang Allah menyingkirkan semua keberatannya oleh menjanjikan kepadanya untuk memberikan kakaknya Harun kepadanya sebagai juru bahasanya, maka Musa pada akhirnya setuju untuk kembali ke Mesir.
Di sanalah ia dengan tongkat gembala nya telah memperlihatkan banyak tanda dan keajaiban di hadapan orang-orang Mesir dan orang-orang Ibrani. Dan Saudara ingat apa yang terjadi pada malam Paskah itu, malam itu sebelum mereka meninggalkan Mesir : Musa telah mengumumkan ke seluruh negeri bahwa di dalam setiap tempat tinggal dimana tidak terdapat darah pada ambang pintu, maka pada malam itu juga anak-anak yang pertama dari setiap tempat tinggal yang sedemikian itu akan mati.
Orang-orang yang tidak menghiraukan anjuran Tuhan itu, pada hari berikut nya dengan sibuknya meratapi dan menguburkan orang-orang mati mereka; sebaliknya orang-orang yang mematuhi perintah itu dengan bersuka cita dan dengan teratur berbaris keluar meninggalkan kota-kota. Ya, hanya mereka yang dapat mematuhi perintah-perintah yang dibebaskan dari perbudakan. Artinya, oleh karena itu, adalah persyaratan utama bahwa kita harus belajar mematuhi perintah-perintah jika kita hendak menerima meterai Allah pada dahi-dahi kita.
Walaupun begitu, hendaklah kita tidak lupa, bahwa bani Israel itu telah meninggalkan Mesir dengan semangat yang besar dan harapan-harapan yang tinggi. Tetapi apabila mereka menyaksikan Laut Merah jauh di depannya, dan tentara Firaun yang di belakangnya, maka mereka dipenuhi dengan ketakutan yang luar biasa. Mereka mendapatkan dirinya terjerat, walaupun mereka telah sampai pada tepi kelepasan ajaibnya yang lain lagi. Kemudian mereka berbalik kepada Musa lalu menuduhnya karena membawa mereka ke laut itu, karena untuk melepaskan mereka dari musuh-musuhnya adalah secara pasti tidak mungkin lagi.
Memandang akan situasi itu secara manusia, mereka telah berada dalam keadaan yang genting. Dalam saat-saat itu mereka lupa akan kelepasan mereka yang begitu ajaib dari belenggu penguasa-penguasa Firaun dan mata mereka tertutup terhadap keajaiban tiang awan pada siang hari dan tiang api pada malam hari yang telah memimpin mereka sepanjang perjalannya. Sementara mereka memandang akan hal itu, maka terbukti melawan kemampuan Musa untuk mem bawa mereka dengan selamat merajalela dimana-mana. Sejauh itu yang menyangkut mereka, maka keseluruhan usaha itu tampaknya akan bernasib gagal. Harapan-harapan mereka untuk maju ke depan atau pun untuk kembali mundur telah lepas dari mereka, dan semuanya dikarenakan, mereka memikirkan Musa, bukan Allah, sebagai pelepas mereka! Betapa piciknya, betapa tidak menentu nya, betapa keragu-raguannya, dan betapa pelupanya manusia itu! Pengalaman di dalam pekerjaan Injil telah mengajarkan kepada saya, bahwa umat Allah di waktu ini pun mempunyai penggoda yang sama yang harus dilawan, dan pencobaan-pencobaan yang sama yang harus dikalahkan, jika mereka hendak menerima meterai Allah itu.
Alangkah besar bedanya kalau saja pada waktu itu Israel percaya bahwa hanya Allah, dan bukan Musa, sebagai pemimpin mereka, sehingga apa yang tampak kepadanya berupa jerat yang mematikan itu, akan sesungguhnya merupakan pintu pengharapan baginya. Kiranya pengalaman mereka itu dapat mengajarkan kepada kita untuk selalu ingat bahwa Allah sedang memimpin kita sepenuhnya, atau Ia tidak memimpin sama sekali, bahwa segala jalan-Nya bukanlah jalan kita, dan bahwa apa yang mungkin muncul merupakan penghalang kita yang terbesar, mungkin sekali akan berbalik menjadi berkat kita yang terbesar.
Bahaya Israel yang sesungguhnya, kita saksikan sekarang, bukanlah terdapat dalam apa yang diperbuat oleh Musa, melainkan di dalam ketidakpercayaan mereka bahwa Allah memegang segala perintah dalam tangan-Nya, dan karena tidak mengetahui, bahwa segala jalan-Nya adalah di luar dugaan kita -- bertentangan dengan jalan-jalan kita. Mereka gagal untuk melihat, bahwa Allah dapat secara berulang kali memperlihatkan mujizat demi mujizat demi untuk melepaskan mereka dari tangan musuhnya, sehingga Ia dapat mengeringkan lautan luas dengan mudah seperti halnya Ia membanjiri bumi dengan air bah.
Dengan melihat akan kegagalan-kegagalan mereka itu, maka kita hendaknya menjadikan semuanya itu sebagai batu-batu loncatan kita untuk mencapai keberhasilan. Oleh karena itu marilah kita dengan sepenuh hati percaya bahwa Allah sedang mengisi keselamatan kita, juga kehidupan dan kematian kita. Bahwa Ia mampu membawa kita ke tempat yang aman sekalipun jika bumi akan jatuh keluar dari angkasa, sehingga kita tidak akan mati jika Ia menghendaki kita hidup, dan bahwa kita tidak akan hidup jika Ia menghendaki kita mati. Marilah kita kenangkan selalu, bahwa kita oleh diri kita sendiri, tidak akan mengetahui apa pun dari hal rencana-rencana Allah terkecuali sesuai dengan yang diceritakan oleh hamba-hamba pilihan-Nya, yaitu nabi-nabi, dan sesuai apa yang kita saksikan dari hari ke hari. Jika kita setiap hari berjalan bersama Allah, jika kita percayakan semuanya kepada-Nya, maka semua tanggung jawab ada pada-Nya.
Allah, oleh rencana-Nya, telah membawa Israel ke Laut Merah demi untuk kebaikan mereka sendiri, dan walaupun mereka tidak dapat melihat hal itu sebagai jalan-Nya, Ia demi karena nama-Nya memisahkan juga laut itu, lalu menghantarkan mereka dengan selamat ke seberang, dan pada waktu yang sama, oleh mukjizat yang sama, Ia membinasakan segala musuh mereka itu!
Kalau saja Musa meragukan kuasa Allah dan kepemimpinan-Nya, seperti halnya orang-orang itu yang bersama-sama dengan dia, maka apakah yang akan jadi dari tongkatnya itu pada waktu dipalunya laut itu dengannya? sama sekali sia-sia. Jika keadilan dari Yang Maha Tinggi itu sama seperti halnya keadilan manusia, maka bala tentara Firaun itu sudah akan berhasil membunuh atau memperbudak Israel kembali.
Oleh karena itu, kelepasan mereka yang hebat itu hendaknya selamanya mengukuhkan keyakinan kita kepada Allah, dan hendaknya berdiri sebagai peringatan-peringatan yang kekal, bahwa kepintaran manusia adalah kebodohan bagi Allah, dan bahwa iman di dalam Dia benar-benar dapat memindahkan gunung-gunung dan lautan juga.
Walaupun dengan adanya contoh-contoh ini, manusia masih saja mengharapkan Allah untuk bekerja sesuai dengan pendapat mereka, dan itulah sebabnya mengapa kadang-kadang Ia menggunakan anak-anak di dalam pekerjaan-Nya sebagai pengganti orang-orang pandai dan orang-orang bijaksana.
Orang-orang Ibrani yang banyak itu cukup mengetahui bahwa mereka dibawa ke laut itu oleh mengikuti tiang awan pada siang hari dan tiang api pada malam hari. Namun tampaknya tidak ada dari semua mujizat ini dapat lama berkesan pada diri mereka. Adalah bahaya, bahwa kita pun juga, mungkin akan melupakan jalan dimana Tuhan telah menghantarkan kita.
Sesudah Israel menyeberangi laut itu, dan sesudah laut itu menutup menenggelamkan musuh-musuh mereka, maka mereka semuanya menyanyi dan memuliakan Allah tetapi walaupun bala tentara Firaun dan laut tidak lagi merupakan obyek-obyek yang ditakuti tetapi menarik, cobaan-cobaan mereka, keragu-raguannya, dan ketakutan-ketakutannya belum juga berakhir. Segera setelah mereka melihat laut itu di belakangnya dan padang belantara di depannya mulailah mereka menuduh-nuduh Musa karena membawa mereka ke padang tandus itu untuk mati kelaparan di sana karena kekurangan pangan dan air. Tidak pernah masuk ke dalam ingatannya bahwa jika Allah dapat mengeringkan laut Ia pasti dapat juga mendatangkan banjir di padang belantara dan membuatnya berkembang bagaikan bunga mawar. Sekalipun adanya keragu-raguan dan berbagai persungutuan mereka Allah kembali memperlihatkan suatu mukjizat yang lebih besar : Ia membuat air memancar keluar dari batu karang dan Ia menurunkan manna dari Sorga!
Pada waktu ini seperti halnya di masa Musa banyak yang sedang meniru dosa-dosa dari mereka itu. Ada yang penuh berapi-api pada suatu hari, dan seperti es pada hari berikutnya. Yang lainnya memuji-muji Allah sampai setinggi-tingginya suara mereka sementara kapalnya berlayar dengan tenangnya, tetapi apabila laut bergelora dan ombak mulai menghantam mereka, maka mereka berharap hanya kepada seorang yang duduk pada kemudi dan gantinya berharap kepada Allah untuk menenteram kan laut mereka malahan mulai mengejar untuk mendapatkan jalan meloncat keluar. Yang lainnya lagi terus menerus berusaha mempromosikan dirinya sendiri dengan cara terus menerus mencari-cari salah terhadap orang-orang yang memikul beban dari muatan itu. Demikianlah, bahwa harus ada di antara kita pada waktu ini : contoh-contoh saingan dari orang-orang yang ragu-ragu, orang-orang yang suka bersungut-sungut, orang-orang yang suka mencari kedudukan dan mencari-cari salah orang lain, yang mengakui suatu kebenaran penting pada suatu hari lalu melupakannya esok hari, namun berharap untuk dimeteraikan dengan meterai Allah dan berdiri bersama Anak Domba di atas Gunung Sion!
Tuhan memberi makan kepada umat-Nya di masa lalu dengan makanan Malaikat, yaitu jenis makanan yang sesuai dengan pekerjaan mereka dan suasana alam mereka itu. Ia mengirimnya secara masih segar kepada mereka setiap hari, dan itu tanpa dibayar sesen pun oleh mereka. Semua yang harus dilakukannya tak lain hanyalah membawanya masuk ke dalam tenda-tendanya dan memakannya. Tetapi mereka tidak menyukai manna itu, mereka ingin kembali di Mesir memakan dari daging-dagingnya, “bawang dan brambang, dan bawang putih.” Dalam pemandangan mereka, Musa adalah orang berdosa terbesar, maka mereka menyalahkannya untuk setiap percobaan iman mereka. Kalau saja Tuhan telah memberikan kepada mereka sesuatu yang lain dari pada manna, mereka juga tidak akan puas dengannya, sebab suatu roh jahat terdapat di dalam diri mereka. Marilah kita dengan penuh berterima kasih dan gembira makan dan minum dari apa yang Tuhan berikan kepada kita dan ketika itu diberikan kepada kita.
Saudara ingat bahwa oleh karena bersungut-sungut meminta makanan daging mereka telah membuat suasana menjadi tak terkendalikan bagi Musa. Demikian itulah secara menakjubkan sekali di depan mereka burung-burung puyuh telah memenuhi seluruh perkampungan mereka, lalu orang banyak itu membawanya ke dalam tenda-tenda mereka. Namun betapa mahalnya! Beribu-ribu dari mereka mati bahkan sementara daging masih dikunyahnya. Kemudian mereka mengerti, bahwa manna itulah makanan yang terbaik. Inilah suatu pelajaran yang terpenting, namun sesuatu yang mahal. Bagaimana dengan kita sebagai orang-orang yang tidak pemakan daging?
Namun, persungutan-persungutan mereka itu, tidak berakhir di situ. Mereka menemukan sesuatu yang lain lagi untuk dipersungutkan. Mereka makin bertambah iri hati terhadap Musa dan Harun. “Mereka mengambil terlalu banyak kekuasaan pada dirinya sendiri,” demikianlah keluhan dari orang-orang yang mengejar kedudukan. “Kami adalah sama banyak direstui Allah seperti halnya Musa dan Harun. Allah berbicara kepada kami sama banyaknya dengan yang Ia berbicara kepada mereka,” demikianlah kata mereka. Dan siapakah yang merupakan kepala dari orang-orang yang bersungut itu? -- Para Penghulu dari bangsa-bangsa itu, orang-orang yang mampu, orang-orang yang justru harus sudah lebih banyak mengetahui. Orang-orang yang seharusnya dapat menjadi pembantu terbesar bagi Musa telah menjadi penghalang yang terbesar baginya. Mereka menghendaki kedudukan Harun; mereka menginginkan kedudukan Musa. Mereka menolak untuk dipuaskan dengan sesuatu yang lain yang kurang dari itu. Tuhan sendiri tidak mendapatkan mereka dimana pun juga. Satu-satunya perkara yang dapat dilakukan-Nya adalah membiarkan bumi menelan mereka. Dengan demikian di dalam satu hari saja beribu-ribu, praktis semua yang disebut orang-orang bijaksana itu, jatuh masuk ke dalam perut bumi. Adakah kita, juga, sedang mencari-cari kedudukan oleh mana untuk meninggikan diri sendiri, dan apakah kita, juga, sedang berusaha untuk merampas tempat duduk Roh Kebenaran itu?
Akhirnya, bani Israel yang merdeka itu tiba di perbatasan-perbatasan tanah perjanjian. Dan walaupun mereka telah menyaksikan mujizat-mujizat yang besar bersama itu, namun mereka belum percaya, bahwa Allah dapat mengambil tanah itu bagi mereka! Mereka telah menyaksikan bahwa Ia mampu untuk melepaskan mereka dari tempat-tempat pembuatan batu bata milik Firaun, menghantarkan mereka tanpa basah melalui laut, membinasakan musuh-musuh mereka, memberikan kepada mereka makanan dan air di padang belantara dimana di sana tidak ada yang untuk dimakan, namun mereka belum percaya, bahwa Ia mampu untuk mengambil tanah itu baginya, dan bahwa Ia dapat saja menyelesaikan apa yang sudah dimulai-Nya!
Ada beribu-ribu orang pada waktu ini yang berbuat benar-benar sama dengan itu apabila mereka mengatakan, “Yesaya pasal 2, Mikha pasal 4, Yeremia pasal 31, dan Yeheskiel pasal 36 dan 37 tidak pernah akan digenapi!.” Adalah mereka yang sudah berumur tua, yaitu orang-orang yang seharusnya mengetahui lebih baik, yang telah memulai menggulingkan bola jatuh ke lembah kebinasaan. Orang-orang muda, tentunya, sudah harus menyuarakan persungutan para orangtua mereka, tetapi Tuhan tidak mempertanggungkan itu kepada mereka. Dan untuk menyelamatkan orang-orang muda Allah telah menguburkan semua orangtua yang bersungut itu terkecuali kedua orang yang setia, orang percaya yang telah membantah terhadap laporan jahat dari sepuluh orang pengintai lainnya. Lihatlah saudara, bahwa setiap orang dewasa yang telah meninggalkan Mesir, terkecuali Kalep dan Yosua, sudah harus dikuburkan lebih dulu sebelum anak-anak muda itu dapat menyeberangi sungai Yordan! Mengapa? Sebab walau pun Allah telah membawa mereka dengan begitu mudah keluar dari Mesir, Ia tidak berhasil mengeluarkan Mesir dari diri mereka. Adakah Saudara masih terheran-heran mengapa nabi Eliyah harus “membalikkan hati para bapa kepada anak-anaknya dan hati anak-anak kepada bapa-bapa mereka?” (Maleakhi 4 : 5, 6).
Orang-orang Kristen seringkali berpikir, bahwa orang-orang Israel adalah sangat jahat dan adalah bangsa yang tidak tertib, tetapi sesudah mengambil keuntungan dari pengalaman-pengalaman mereka, bayangkanlah betapa buruknya kita jika kita juga berbuat seperti yang diperbuat mereka itu! Jika kita tidak berbuat lebih baik daripada mereka, maka bagaimanakah dapat kita berharap untuk terpilih bagi pemeteraian itu dan bagi Kerajaan itu, karena mereka itu sendiri adalah tidak terpilih?
Dalam permulaan hidupnya Musa menyangka dirinya mampu untuk melepaskan bani Israel. Namun Takdir mengatakan : “Engkau belum pantas bagi tugas itu, keluarlah maka Aku akan membuatmu pantas.” Maka keluarlah Musa pergi.
Ia tidak memerlukan pendidikan-pendidikan Firaun untuk melaksanakan pekerjaan Allah. Itu merupakan halangan baginya! Mengapa? Sebab itu membuatnya merasa kecukupan sendiri, tidak bergantung kepada Allah. Orang yang sedemikian akan merupakan orang yang tepat untuk memimpin umat Allah meninggalkan-Nya dan jatuh ke dalam dosa, tetapi orang yang tidak tepat akan memimpin mereka kepada Allah dan jauh dari dosa.
Betapa benarnya kalimat yang terdapat di dalam buku Testimonies, vol. 5, p. 80, yang berbunyi : “ ..... Di dalam pekerjaan yang terakhir yang penuh hikmat itu hanya sedikit orang-orang besar yang akan diikutsertakan. Mereka adalah orang-orang yang merasa cukup sendiri, tidak bergantung kepada Allah, maka Ia tak dapat menggunakan mereka. Tuhan mempunyai hamba-hamba yang setia, yang kelak di dalam masa keguncangan dan masa ujian akan muncul kelihatan.”
Allah hanya dapat membantu orang-orang yang mengetahui, bahwa mereka adalah tidak pantas bagi tugas mereka, yaitu orang-orang yang mengetahui, bahwa mereka memerlukan bantuan-Nya. Maka, demikian itulah, orang-orang yang mengira bahwa mereka dapat berbuat berbagai keajaiban adalah justru mereka yang tidak dapat berbuat sesuatu apa pun terkecuali merusak.
Jelaslah, orang-orang yang Allah hendak gunakan di dalam pekerjaan-Nya yang terakhir, di dalam masa akhir zaman, tidaklah berupa sesuatu yang sama seperti putera mahkota Mesir itu, bukanlah sesuatu yang sama dengan Musa yang sangat terpelajar itu. Orang-orang yang dapat belajar memelihara dan memberikan makan kepada kawanan domba dengan baik dan yang cepat memenuhi perintah, adalah orang-orang yang dapat diajarkan bagaimana memelihara dan memberi makan kepada umat Allah.
Istri Musa adalah satu-satunya orang Ethopia di antara seluruh rombongan itu. Karena alasan inilah, maka ada yang mengira diri mereka lebih tinggi daripadanya. Mereka menyangka bahwa Musa telah terlibat dalam suatu dosa yang tak dapat dimaafkan karena telah mengawini orang lain daripada bangsanya sendiri, seolah-olah keturunan memiliki sesuatu yang menentukan atas tinggi atau rendahnya sesuatu bangsa. Saudara perempuan dari Musa sendiri pun ikut terlibat dalam dosa itu. Dan di sana ia mencoba untuk memecahkan keluarganya, namun Musa berdoa bagi kesembuhannya pada waktu ia dipalu dengan penyakit kusta.
Siapakah yang pergi masuk ke dalam tanah perjanjian itu? Semua terkecuali mereka yang bersungut-sungut. Adakah Saudara mengira bahwa Saudara dapat bersenang-senang dengan roh persungutan dan bantahan yang sama, lalu walaupun begitu akan dapat juga menerima meterai itu? Alangkah bodohnya pemikiran yang sedemikian itu! Betapa tidak adilnya hal itu kelak bagi suatu Allah yang tidak adil untuk membinasakan orang-orang yang tidak menurut pada hari itu, tetapi menyelamatkan orang-orang yang tidak menurut pada hari ini.
Apakah yang membuat suatu rombongan orang terpilih untuk menyeberangi sungai Yordan itu? Itu adalah kepercayaan mereka kepada Allah, me ngetahui bahwa Ia adalah Pemimpin mereka yang terutama. Mereka kenal akan Musa dan Yosua sebagai orang-orang melalui siapa Allah berkomunikasi dengan mereka. Mereka tidak memandang kepada keduanya sebagai orang-orang yang lain daripada mereka yang sesungguhnya. Mereka cukup puas dengan nasib mereka. Mereka melaksanakan perintah sebagaimana perintah-perintah itu diberikan. Demikian itulah sehingga mereka telah merupakan hanya orang-orang yang masuk ke dalam tanah itu.
Dengan memiliki semua teladan ini di depan kita, maka untuk berjalan melalui semua gambaran ini, saya dapat dengan jujur mengatakan apakah saya sedang menuju ke Kerajaan itu ataukah saya sedang menuju ke perut bumi (Wahyu 12 : 16). Dan saya yakin bahwa Saudara juga dapat mengatakan arah jalan yang mana yang Saudara sedang menuju. Tuhan tidak mempersyaratkan lebih atau kurang dari kita daripada yang dipersyaratkan-Nya kepada contoh-contoh kita yang terdahulu. Oleh karena itu tidak ada rahasia mengenai apa yang harus kita perbuat, dan apa yang harus tidak kita lakukan demi untuk memperoleh meterai Allah itu.
Kita tidak perlu masuk ke dalam sebuah negeri yang ajaib, kita tidak perlu menyenangi pendapat bahwa kita harus memiliki suatu perasaan yang gaip, perasaan yang menggairahkan, kita tidak perlu berkubang di pasir atau meloncat sampai setinggi-tingginya. Tidak, kita tidak perlu membodohi diri kita sendiri. Segala yang kita perlukan untuk dilakukan adalah jadikanlah diri kita sesuai kita sendiri. Hendaklah tenang, rapih, terhormat, bagaikan mahluk-mahluk Sorga, berusaha melaksanakan kehendak Allah di bumi seperti itu terlaksana di dalam Sorga. Kita tidak perlu menampilkan diri sendiri, tetapi kita perlu memikirkan usaha pemberian Allah kita dan menjauhkan diri dari urusan orang lain.
Hanya apabila kita sudah melaksanakan semua yang kita dapat setujui sesuai persyaratan-persyaratan dari pekabaran bagi zaman ini, bukan pekabaran bagi hari kemarin, maka dapatlah kita kelak dimeteraikan dan berdiri bersama-sama dengan Anak Domba itu di atas Gunung Sion.
Mengapakah kita tidak bergembira, bahwa sementara kita diundang ke Kerajaan itu kita juga diceritakan bagaimana caranya untuk sampai ke sana? Melihat akan semuanya ini, maka kita hendaknya jangan sekali-kali membiarkan kepercayaan kita kepada Allah menurun. Kita harus teguh, kokoh dalam segala perkara, tidak lalai dalam hal apapun. Hamba-hamba Allah jam kesebelas, oleh Firman dikatakan akan menjadi “suatu bangsa yang besar dan kuat; yang belum pernah ada sebelumnya, dan yang tidak akan ada lagi sesudahnya yang seperti mereka itu.” Yoel 2 : 2. Mereka mengetahui apa yang mereka percayai, dan mereka percaya apa yang mereka ketahui. Yang terpenting dari segala-galanya, mereka mengetahui bahwa mereka adalah dipimpin oleh Allah, bukan oleh manusia.
Mereka bukanlah seperti orang-orang Farisi itu yang mendirikan tugu-tugu peringatan bagi nabi-nabi yang sudah mati (Matius 23 : 29 - 31) lalu pada waktu yang sama membunuh nabi-nabi yang masih hidup. Dengan terang ini yang kini bercahaya menerangi perjalanan kita, Ibrani pasal 3, 4, 10, dan 11 akan dapat dimengerti sendiri.
* * *
Halaman Yang Suci
Sebuah Kemuliaan melapisi lembar halaman yang Suci,
Kebesarannya bagaikan Matahari;
Ia memberikan terang kepada setiap masa,
Ia memberi, bukan meminjam.
Roh menghembus ke atas Firman itu,
Dan membawa Kebenarannya ke Permukaan;
Peraturan-peraturan dan janji-janji memberi jaminan
Sebuah Terang yang menyucikan.
Tangan yang memberikannya itu, masih menyediakan
Terang yang mulia dan panas;
Kebenaran-kebenarannya atas bangsa-bangsa yang bangkit,
Mereka bangkit, tetapi tidak pernah berhenti.
Kiranya segala syukur yang kekal menjadi milikmu,
Untuk sebuah pertunjukan terang seperti ini,
Membuat dunia yang gelap bercahaya
Dengan berbagai sinar dari siang hari Sorga
- Wm. Cowper -
.